Selasa, 20 Juli 2010

Sarwadi, Perjuangkan Hak Tanah Petani


BAGI Sarwadi (39), kepemilikan tanah adalah harga mati bagi petani. Minimnya lahan yang dimiliki petani membuat gundah suami Bariah ini. Jambi, menurutnya surga bagi investor yang menanamkan modalnya di bidang perkebunan dan pertanian. Namun tetap saja, petani kekurangan lahan untuk bercocok tanam, sekedar menghidupi anak dan keluarganya. Diperparah, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kerap mengabaikan keberadaan petani. Beragam persoalan inilah yang kemudian membuat pria kelahiran Purworejo, 1 Juli 1971 ini bertekad memperjuangkan petani memperoleh hak-hak atas tanah. Melalui wadah Serikat Pekerja Indonesia Jambi.

Berasal dari keluarga sederhana dan memiliki tekad kuat, membuat Sarwadi dipercaya memimpin SPI Jambi sejak 1998. Membawahi sekitar empat ribu petani dari enam kabupaten, pria berkumis tipis ini bertekad memperjuangkan persamaan hak dan kesempatan bagi petani. Terutama ditengah gencarnya investasi perkebunan dan tekanan politis yang ada.

Apa saja yang sudah dan akan dilakukan ayah Jumratul Qomariah, Bondan dan Ragil Adha Agraria ini ? apa tujuan akhir dari perjuangannya beserta ribuan petani yang lain ? Berikut bincang-bincang Media Jambi dengan ketua Badan Pelaksana Wilayah (BPW) SPI Jambi ini, Sabtu (17/7).

Apa yang melatarbelakangi Anda bergabung di SPI ?

Petani harus pintar dan mau diorganisir. Mereka harus berbenah diri menghadapi setiap perubahan. Selama ini petani hanya dijadikan alat kekuasaan dan komoditas politik tertentu. Sementara hak-hak mereka justru diabaikan. Karenanya, saya tergerak memimpin SPI Jambi melalui Kongres I Se Indonesia tahun 1998. Alhamdulillah, saat ini mewadahi sekitar 4 ribu petani dari enam kabupaten di Provinsi Jambi.

Apa perjuangan utama SPI ?
Ada lima misi SPI. Yang utama, bagaimana mendesak pemerintah agar petani sesuai amanat Undang-undang 1945 memperoleh hak yang sama, untuk bercocok tanam. Sekarang inikan kepemilikan tanah sangat timpang. 70 persen dari petani tidak punya tanah. Apalagi, Presiden SBY sudah mewacanakan akan membagikan 9,5 juta hektar tanah untuk petani. Tapi di Jambi sendiri belum ada realisasinya.

Upaya apa yang Anda lakukan selama ini ?

Dua cara dan pendekatan yang SPI lakukan. Yaitu menekan kebijakan melalui land reform dan cara kedua, land reform melalui tekanan masyarakat. Jadi, masyarakat membagi-bagi tanah sendiri yang memang secara aturan bisa dimiliki pada petani dengan batasan waktu tertentu. Lalu bagaimana penataan perekonomian desa yang berkeadilan. Istilah prajurit bersenjata semua. Petani juga harus punya lahan sebagai senjatanya. Kalau ketahanan pangan ditangan petani, sudah pasti negara aman.

Berhasilkan upaya Anda ?
Alhamdulillah. Kami berencana mereclaiming (merebut) 45 ribu hektar lahan di beberapa tempat. Dari jumlah itu, 15 ribu hektar di Merangin dan Batanghari sudah berhasil dikuasai petani untuk areal bercocok tanam. Walaupun untuk itu rintangannya tidak sedikit. Kami bahkan dianggap organisasi terlarang. Karena kerjaannya cuma merebut lahan. Tapi bagi kami hal yang wajar. Masak iya, kita harus tertindas di daerah sendiri karena Pemerintah lebih pro investasi. Mengatasnamakan pembangunan dengan mengabaikan para petani.

Upaya lain yang Anda dilakukan ?
Kami terus melakukan aksi di kabupaten, Provinsi, nasional bahkan Internasional. Karena memang, SPI merupakan bagian dari perkumpulan petani internasional, Lavia Campecina yang kini berkantor di Jakarta. Sebelumnya di Honduras, Amerika Latin.

Aktivitas apa saja Anda ikuti dalam rangkaian SPI ?
Ada beberapa kegiatan yang diikuti untuk menunjang perjuangan kami. Selain meminta dukungan dari masyarakat nasional dan internasional. Diantaranya konfrensi keilmuan di Kuala Lumpur, Malaysia. Tolak liberalisasi pertanian di Hongkong, bahkan aksi menolak REDD di Polandia. Semua saya lakukan agar kedaulatan petani tidak diombang-ambingkan.

Selama ini, bagaimana dukungan dewan dan Pemerintah Daerah terhadap perjuangan SPI ?
Intinya, mereka tidak terlalu berani mendukung perjuangan kami. Bahkan sama sekali tidak ada perhatian. Karena mereka lebih pro investasi. Pro pada pengusaha luar yang ingin memanfaatkan lahan di Jambi. Apa yang kami lakukan masih dianggap sebelah mata. Karenanya petani harus pintar. Harus mau diorganisir dan selalu berbenah diri menghadapi tiap gejolak dan perubahan pemerintahan yang ada. Kita akan terus berjuang bersama para petani dari tempat lain. (junaidi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar