Senin, 20 Desember 2010

Mulyono : Cetak Ratusan Ijazah “Paket”


Mengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) menjadi bagian dari upayanya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Apalagi, hingga kini masih banyak anak-anak yang putus sekolah, karena terbentur biaya. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Itulah yang membuat Mulyono (58) bertekat semampunya mengelola PKBM Kasih Ibu Wijaya Kusuma di RT 14 Kelurahan Payo Silincah, Kecamatan Jambi Timur. Membuka sentra belajar di luar sekolah dan telah mencetak ratusan ijazah mulai dari ijazah paket A, paket B dan Paket C.

Mengajar anak-anak yang putus sekolah tentunya jauh berbeda dengan mengajar anak yang di didik di sekolah yang belajar setiap hari. Karena daya tangkap dari siswa PKBM tidak sama dengan daya tangkap siswa. Ini lebih disebabkan karena rata-rata usia mereka sebagian besar dewasa yang bukan hanya memikirkan pelajaran tapi lebih memikirkan keluarga dan masalah perekonomian.

Untuk mengelola sebuah sanggar belajar mengajar dibutuhkan kesabaran. Bagaimana pola mengajar yang diterapkan, dan apa suka duka mengelola PKBM. Berikut bincang-bincang Media Jambi dengan Mulyono pengelola salah satu PKBM di Kota Jambi sejak tahun 2001, beberapa waktu lalu.

Mengapa anda tertarik membuka PKBM ?
Sebelumnya saya melihat di lingkungan ini banyak sekali anak-anak yang hanya bermain ketika jam sekolah. Lantas saya tanya mengapa tidak sekolah, mereka mengaku ingin sekolah tapi orang tua tidak memiliki biaya. Karena itulah saya bertekad ikut membantu mereka sekaligus mencerdaskan anak-anak sebagai aset masa depan bangsa.
Lalu apa yang anda lakukan?
(terdiam sejenak…) Melihat kenyataan itu, esok harinya saya mendatangi Dinas Pendidikan Kota Jambi dan mengajukan permohonan membuka PKBM ditempat ini. Dengan dasar banyak anak-anak yang putus sekolah karena terbentur biaya. Dan setelah persyaratan diajukan permohonan diterima. Kebetulan ada sebuah ruangan yang dulu saya jadikan tempat melukis ya saya jadikan sebuah kelas.

Berapa iuran setiap siswa yang belajar?
Bagi peserta paket A (setingkat SD) dan paket B (setingkat SMP) gratis sedangkan peserta paket C dikenakan iuran Rp 15.000/bulan. Uang tersebut digunakan untuk membayar honor tutor yang mengajar tiga kali dalam seminggu selama satu tahun. Setelah belajar satu tahun ada ujian yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan guna memperoleh ijazah. Dan ijazah paket ini bisa digunakan untuk mencari kerja, atau melanjutkan pendidikan. Sanggar ini juga pernah dijadikan percontohan PKBM di Kota Jambi tahun 2006 lalu.

Sejak berdiri hingga saat ini sudah berapa banyak anak didik yang tamat?
Wah… cukup banyak. (sambil membuka buku agenda) dia mengatakan sudah ada 300 siswa yang tamat. Dan ada sebagian dari mereka yang melanjutkan keperguruan tinggi. Dari ratusan yang tamat itu ada juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai perusahaan. Proses belajar mengajar dilakukan pada malam hari sehingga tidak mengganggu aktivitas kerja disiang hari. Saat ini saja ada 80 orang yang sedang mengikuti proses belajar mengajar.

Siapa saja yang belajar di PKBM?
Yang belajar di PKBM umumnya mereka yang putus sekolah karena terbentur biaya. Sebagai syarat masuk yakni mereka harus memiliki rapor minimal kelas IV untuk paket A, kelas II untuk paket B dan C. Ada juga mereka yang tidak lulus UN karena malu dengan teman-teman.

Selain membuka PKBM untuk anak putus sekolah apalagi kegiatan?
Ditempat ini ada taman bacaan masyarakat (TBM) yang merupakan perpustakaan kecil. Ada aneka jenis buku-buku mulai dari informasi tentang sekolah peluang usaha, majalah dan lain-lain. Jadi masyarakat bisa menambah ilmu pengetahuan. Bahkan, sentra belajar miliknya sering mendapat kunjungan mendadak dari berbagai PKBM yang ada dari daerah lain.

Bagaimana suka dukanya
Namanya juga mengajar orang yang sudah dewasa tentu banyak suka-dukanya. Seperti untuk menangkap pelajaran agak sulit, siswa jarang masuk, karena kesibukan. Perlu berulang-ulang untuk menjelaskannya. Jadi seorang tutor harus sabar menghadapinya. Sedangkan modul yang diajarkan sesuai dengan kurikulum dari Diknas.

Apa harapan anda ke depan?
Selain membuka sentra belajar bagi warga yang putus sekolah juga membina anak-anak usia dini (PAUD). PAUD di bawah binaan saya tahun lalu berhasil menjadi juara tingkat provinsi pada perlombaan melukis. (mas)

Minggu, 14 November 2010

H Afiun Nasution : Ilmu Agama, Tongkat di Hari Tua


DARI kejauhan, terlihat sesosok lelaki tua tengah duduk santai di teras rumah. Sejak lima tahun lalu, dia menderita stroke hingga aktivitasnya menjadi sangat terbatas. H Afian Nasution (75), penceramah kondang yang digandrungi ibu-ibu dan majelis taklim ini, hanya mengisi hari tua dengan mengaji. Sambil mengajar anak didiknya untuk terus berdakwah di jalan Allah.
Pagi itu, Kamis (11/11), saat Media Jambi bertandang kerumahnya di kawasan Thehok Kota Jambi, wajah Pak Nasution—begitu dia biasa dipanggil masih terlihat cerah. Diusia senja, ingatannya masih sangat jelas. Suaranyapun masih terdengar lantang saat mengurai perjalanan hidupnya. Dari seorang anak kampung, hingga menjadi penceramah tenar di Jambi hingga provinsi tetangga.
Mengawali bincang-bincang, pria kelahiran Sumatera Utara 75 tahun silam ini mengaku, kesibukannya berdakwah membuat dia lupa menjaga kesehatan. Hingga akhirnya, dia harus menjalani hari tua dalam kondisi sakit. Bahkan untuk berdiri lamapun, dia mengaku tidak sanggup lagi.
“Karena asyik berdakwah kesana kemari, bapak sampai dak menghiraukan lagi kesehatan. Tapi Insya Allah, semua ini ada hikmahnya. Mengajarkan Bapak untuk terus bersyukur pada Allah,” terang suami dari Sri Sutari ini.
Layaknya seorang anak kampung, dia telah mendapat pendidikan agama sejak kecil dari kedua orang tuanya. Di pagi hari, dia bersekolah dasar, dilanjutkan sekolah di Madrasah pada sore hari. Walau bukan berasal dari keluarga pendakwah, namun rasa fanatik beragama telah ditanamkan sejak diri. “Kata orang tua saya, ilmu agama itulah tongkat kita jika sudah tua nanti,” pesannya.
Diwaktu muda, dia telah mulai memberi ceramah di masjid-masjid sekitar rumah di kampungnya. Setelah menyelesaikan Sekolah Guru Atas tahun 1956 di Medan, dia merantau ke Kota Jambi. Panggilan hati untuk berdakwah ternyata diteruskannya di Jambi. “Sudah panggilan hati bapak, untuk berdakwah sampai tua,” sambung ayah empat anak ini.
Cita-citanyapun menjadi kenyataan. Tidak hanya di Kota Jambi. Dia bahkan sering diundang ke Kerinci, Palembang hingga Padang, Sumatera Barat. Berkecimpung di dunia pendidikan juga telah dilakoninya. Sebut saja, Kepala SMP Bngko tahun 1958, Kepala SMP Muarosabak, Kepala SMPN4 Kota Jambi tahun 1969 dan Pegawai di Departemen P&K Kota tahun 1974. Tahun 1977, dia juga pernah bekerja di Kantor Departemen Agama Kota Madya. Dilanjutkan menjadi pengawas SMA di Provinsi Jambi tahun 1982. “Baru tahun 1996 lalu saya pensiun. Sekarang tinggal menikmati buah dari masa muda lalu,” ungkap ayah Evi Herman, Asniati, Rahmawati dan Hardiani ini.
Asam garam pengalaman dan suka duka berdakwah telah dirasakannya. Satu prinsip yang sangat dipegang teguh, mencari rezeki meskipun kecil, yang terpenting halal. “Insya Allah, apa yang didapat akan menjadi baik bagi keluarga,” imbuhnya.
Bahkan sering, dia harus menempuh perjalanan jauh ketika diundang berceramah. Walau demikian, dia tetap harus memenuhi undangan, dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan agama yang dimilikinya. Pernah suatu hari, dia diundang untuk memberi ceramah. Karena dia tidak pernah meminta uang atas ceramahnya, dia justru diberi amplop. Naasnya, amplop yang diterima ternyata kosong. “Seperti itu dianggap romantika dakwah. Kan tujuannya bukan Amplop. Lha saya sudah punya gaji kok,” kenangnya sambil tersenyum.
Hampir 60 tahun berdakwah, telah lebih seribu orang yang diajaknya untuk masuk Islam. Saat ini, dia memiliki 18 anak didik yang mengikuti jejaknya menjadi penceramah. Ditengah keterbatasannya turun langsung, dia hanya mampu memberi pengarahan pada anak didiknya, bagaimana tampil dihadapan majelis dakwah, membimbing dan menuntun kejalan Allah.
Sepekan menjelang Hari Raya Idul Adha, satu pesan menarik yang disampaikan Pak Nasution. Menurutnya, berkorban tidak hanya dengan harta benda. Melainkan berkorban dengan hati untuk mau menjalankan agama dengan ikhlas, benar dan sesuai tuntunan.
Berkurban hewan, seyogyanya dilakukan bagi umat Islam yang telah mampu. “Jika seseorang mampu, namun tidak ada niat untuk berkurban, maka berdosalah orang itu,” tegasnya menyitir sebuah ayat. “Inna A’thoina Kal Kautsar, Fasholli Lirobbika Wanhar …”(Sesungguhnya kami telah memberi kepadamu nikmat yang banyak. Maka Tunaikan Sholat dan Berkorbanlah…Al-Kautsar 1-2).(yeniti darma)

Drs Sahmin Batubara , Berkorban Haruslah Ikhlas………


BERBICARA dengan Uztadz Sahmin Batubara (46) ini sangat menyejukkan hati. Selain ramah orangnya mudah akrab dan semua jawaban mengalir lancar. Begitulah kesan pertama ketika Media Jambi bertandang kerumahnya di daerah Simpang Pulai Kota Jambi, Minggu (14/11). Dengan lancar dan bahasa yang santun dia menjawab semua pertanyaan termasuk tentang makna berkurban ditengah bencana yang banyak melanda Indonesia saat ini.

Menurut pria kelahiran Kota Nopan Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara 1964 silam ini, nilai berkorban sangat besar artinya. Terutama membantu saudara-saudara kita yang sedang kesusahan. Dicontohkannya pada korban bencana tsunami, gempa maupun tanah longsor yang banyak terjadi saat ini. “Memang kurban berlaku bagi orang Islam yang mampu. Seperti tertuang nyata dalam Surat Al Kautsar. Kandungan pokok isi surah ini adalah perintah melaksanakan sholat dan berkorban. Semata-mata mengharap ridho Allah. Apalagi, ditengah banyaknya kenikmatan yang kita terima,” jelasnya.

“Tapi kuncinya ikhlas dan bukan pamer agar dianggap orang mampu, tanda kutip ya, tapi bukan artinya semua orang seperti itu,” katanya berhati-hati. Kunci ibadah kurban, lanjutnya—adalah ikhlas. Karena keikhlasan itu pulalah, Nabi Ismail tidak jadi disembelih oleh ayahnya, Nabi Ibrahim. Sebaliknya, Allah menggantinya dengan seekor qibas atau kambing.

Jika kurban diwajibkan bagi orang yang mampu, lain halnya hukum membantu sesama yang sedang ditimpa kesusahan. “Itu wajib,” tegas ayah Rahmalina Batubara (17), Nur Muhammad Batubara (13), Hamid Muhammad Zuhal (12) dan Zahrodina (8) ini.

Diakuinya, masih ada pemahaman sebagian umat Islam bahwa dengan berkurban, maka hewan kurban akan membantu kita dan menjadi kendaraan kelak di akhirat. “Disamping itu, kita harus ingat anjuran Allah SWT. Tentang hablum Minannas dan Hablum Minallah. Kedua makna ini terkandung erat dalam ibadah kurban,” tambahnya.

Bakat ceramah
Terlahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara pasangan Djamarlael Batubara (Alm) dan Salmiah Lubis (85), Sahmin sudah menunjukkan bakat sebagai penceramah sejak kecil. Apalagi, ketika seniornya Haviz (kini ulama besar di Medan) terus memberi motivasi agar bakat ini terus dikembangkan.

“Sekarang bang Haviz sudah menjadi ulama besar di Medan dan memiliki pesantren sendiri,” kenang Sahmin. Dalam bimbingan Havizlah, ketika masih di Madrasah Aliyah Musthofawiyah Purba Baru, Ia beberapa kali ikut dan memenangkan lomba pidato se-Provinsi Sumatera Utara untuk tingkat SLTA.

Prestasi sekolahnyapun cukup membanggakan. Di Tahun 1984, dia lulus dari Madrasah Aliyah mendapat ranking ke tujuh dari 1.200 murid MA Purba Baru. Yang menjadi persoalan ketika akan melanjutkan sekolah, Sahmin terbentur kepada kondisi orangtua yang tidak memungkinkan Ia bisa melanjutkan kuliah. “Ayah hanya berkata, sekarang kau sudah punya sayap terbanglah kemana mau pergi dan jadilah orang yang berguna,” kata suami Darlena (38) ini.

Berbekal uang Rp 60 ribu, dia berangkat ke Kota Jambi dan mendaftar di IAIN Sultan Thaha Syaifudin (STS) Jambi. Dengan bekal ilmu di pesantren, dia menghidupi diri dan membiayai kuliahnya dan tahun 1990 mendapat gelar S1 jurusan dakwah. “Saya juga pernah sambil kuliah mengajar ngaji anak-anak Prof H Sulaiman Abdullah – Ketua MUI Provinsi Jambi dan mantan Rektor IAIN STS Jambi-- dan disitulah hikmahnya saya banyak mendapatkan ilmu dari bapak Sulaiman. “Sambil mengajar mengaji saya juga banyak kesempatan belajar langsung dengan beliau,” ujarnya . Setamat S1, Sahmin sempat empat kali gagal mendaftar sebagai dosen di IAIN, tapi nasib mujur masih karena akhirnya lulus sebagai PNS dan mengajar di fakultas Ushuluddin tahun 1984 lalu.

“Pak Sulaiman rajin membaca dan memiliki banyak buku bacaan,” ujarnya bercerita. Dari sini pula, dia banyak mendapat kesempatan membaca berbagai referensi buku tentang Islam sambil belajar. Belajar dan terus belajar. Begitu prinsip yang diyakininya hingga kini. Sambil mengajar di IAIN STS dan STI Ma’arif, Sahmin melanjutkan kuliah S2 hingga mendapat gelar Magister Hukum Islam (MHI).

Saat ini, dia sedang melanjutkan kuliah S3 di UIN Jogyakarta dan tetap mengambil jurusan yang sama Hukum Islam. Disamping aktif sebagai Ketua Himpunan Seni Budaya Islam Provinsi Jambi (Hisbi) ini. “Sebagai seorang penceramah, haruslah mau mendengar melihat dan membaca, dan terus belajar” tukasnya mengakhiri bincang-bincang. (Novelwan Hutabarat)

Senin, 08 November 2010

Eva Bramantif Putra


Meniti Hingga
Puncak Mahligai
WAJAHNYA kerap tersenyum ramah. Tutur sapa yang santun membuat suasana akrab cepat tercipta. Siapa sangka, dibalik penampilan sederhananya, pria muda ini memiliki potensi luar biasa. Eva Bramantif Putra (33) atau biasa dipanggil pak Eva—adalah pewaris, pawang sekaligus pelatih tari penuh magis dari Desa Mukai Tengah Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci, Tari Titian Mahligai. Ditemui Media Jambi diarena Festival Danau, Eva berdiri tenang diantara murid-muridnya. Mengenakan seragam silat berwarna hitam, kedua tangannya menggenggam erat sebilah pedang. Beberapa penari berbaju merah dengan rumbai dan manik-manik, berada disekitarnya tengah mempersiapkan diri tampil agenda tahunan Kabupaten Kerinci
Berbincang dengan Eva, Media Jambi mencoba menelusuri asal muasal tari Titian Mahligai. “Tari ini, dahulunya dimaksudkan sebagai ujian sebelum seseorang sampai pada tahap dan kesaktian tertinggi. Karenanya disebut Tari Titian Mahligai, meniti hingga puncai Mahligai” ujar Eva mengawali bincang-bincang.
Ratusan tahun lalu, Titian Mahligai adalah ajang menguji seseorang sebelum dinobatkan menjadi pemimpin. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan kesaktian tinggi untuk mengayomi rakyatnya. “Jika berhasil melewati ujian, barulah dinobatkan sebagai pemimpin bagi rakyatnya,” lanjut Eva yang mengajar tari di Sanggar Tari Peduli Seni Budaya Kerinci ini.
Seiring berjalannya waktu, Titian Mahligai tetap diwariskan secara turun temurun. Namun mengalami reduksi hingga menjadi tari menghibur. Namun didalamnya, seorang penari yang diibaratkan orang yang akan menjadi pemimpin harus mampu melewati ujian. Layaknya dilakukan oleh orang-orang terdahulu.
Setidaknya, ada 60 penari yang tergabung di sanggar ini. Namun hanya empat penari yang bisa membawa tarian dan melewati semua ujian. Banyak tantangan, persiapan dan “nasib” yang harus dilalui seorang penari hingga lulus.
“Kadang ada yang mentalnya belum siap. Namun yang jelas, orang yang darahnya sama atau satu keturunan dengan pembawa tari inilah yang bisa sampai pada ujian terakhir,” ujar Eva yang mengaku memperoleh kemampuan tari berdasarkan “tetuhun”—yaitu kemampuan yang datang sendiri karena garis keturunan.
Menurut Eva yang disambung dari keterangan leluhurnya, tari ini dibawa oleh Imam Bruji. Yaitu orang yang mereka yakini mula-mula datang ke Kerinci. Eva, yang kesehariannya berprofesi sebagai PNS dan mengajar di SDN 214/III Desa Koto Aro ini mengaku mendapat kemampuan langsung karena keturunan dari imam tersebut.
“Akhirnya, sejak 10 tahun lalu saya mulai mengajarkan tari ini. Kalau kamu lihat nanti, banyak yang unik pada tari ini,” tukas ayah dari Bela Azzuragita (14) dan M Gzahayatullah (4) ini.
Keunikan dimaksud, terletak pada musik penggiring yang disebut “Dap” menggunakan rebana. Lima ujian harus dilewati penari. Pertama menari diatas pecahan kaca (beling) yang tajam. Dilanjutkan menusuk perut penari dengan dua bilah pedang tanpa terluka. Ujian berikutnya, berjalan diatas telur yang diletakkan dalam sebuah mangkuk berisi pasir. Telur, tidak boleh pecah yang menandakan betapa ringannya tubuh penari.
Ujian selanjutnya, berjalan dan menari diatas paku dan bilah bambu yang telah diruncingkan. “Ujian terakhir, yaitu berjalan dan memadamkan bara api,” ujar Eva. Menurut pria kelahiran Desa Mukai Tengah, 2 Mei 1977 ini, ada kebanggaan tersendiri ketika bisa menghibur penonton dengan tari Titian Mahligai. Apalagi, tari ini telah dibawakan sanggarnya hingga luar daerah.
Sebut saja ke Jakarta, Bali bahkan hingga Malaysia. Dia dan kelompok sanggarnya, mengaku kerap diundang ke luar daerah untuk memperlihatkan tari yang sangat memukau ini. Eva, bahkan sangat bersyukur karena Pemerintah Kabupaten Kerinci sangat mendukung upaya pengembangan sanggar tarinya. Bahkan memberi kesempatan untuk tampil didaerah lain memperkenalkan Budaya Kerinci secara lebih luas.
(junaidi)

Minggu, 17 Oktober 2010

Situs Muaro Jambi Warisan Dunia


Agus Widiatmoko

GAYANYA supel, ramah dan enak diajak bicara. Apalagi ngomongin soal Situs Candi Muaro Jambi, informasi mengalir deras dari bibirnya. Dia adalah Agus Widiatmoko, arkeolog dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi.
Pria kelahiran Kediri - Jawa Timur, 1 Agustus 1969 itu sangat mencintai budaya dan kebudayaan. Kecintaannya itu menjadi hobi yang menghantarkannya untuk serius menekuni dunia arkeologi di Jambi. Mantan mahasiswa Universitas Udayana itu melihat Provinsi Jambi memiliki kekayaan budaya dan alam yang tidak dimiliki daerah lain di Indonesia.
Hanya saja, kekayaan itu belum dikelola secara baik. Dirinya pun merasa terpanggil untuk mengangkat kembali nilai-nilai sejarah yang hidup di percandian Muaro Jambi ke mata internasional dan ikut mendorong terciptanya pengelolaan yang baik terhadap peninggalan sejarah Kerajaan Melayu Kuno dan Kerajaan Sriwijaya itu.
Harapan dia, Situs Candi Muaro Jambi benar-benar menjadi warisan dunia yang pada akhirnya akan memberikan efek positif bagi Provinsi Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi. Selain itu, diharapkan juga memberi andil positif bagi peningkatan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan bersejarah itu.
Berikut petikan wawancara singakat dengan Agus Widiatmoko, Kepala Pokja Dokumentasi dan Publikasi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jamb di Museum Negeri Jambi, Minggu (10/10) pagi.
Candi Muaro Jambi merupakan warisan dunia. Tanggapan anda !
Situs percandian Muaro Jambi sangat memenuhi kriteria sebagai warisan dunia. Satu saja dari 10 kriteria yang ditetapkan UNESCO, sudah bisa dikatakan sebagai warisan dunia.Khusus candi Muaro Jambi, ada tiga yang terpenuhi, yakni sebagai warisan dunia harus dibuktikan bahwa percandian tersebut membuktikan adanya peradaban-peradaban yang hidup dizamannya. Kemudian, percandian mempunyai nilai-nilai asitektur, teknologi dan landscape(tata guna lahan). Terakhir, adanya pertukaran budaya.
Keberadaan percandian dengan segala peninggalan sejarah didalamnya membukti bahwa diabad 7 – 14 hidup peradaban disana tepatnya pada zaman Kerajaan Melayu dan Sriwijaya. Dari sisi arsitektur, teknologi dan tata guna lahan terlihat jelas dari bangunan-bangunan, arca dan sebagainya serta ada hubungan erat dengan kearifan dalam pengelolaan lingkungan.Kemudian disana juga terjadi pertukaran budaya cina, hindia, thailand dan lain-lainnya yang hidup disitus itu. Hal ini dapat dilihat dari arsitektur bangunan, arca-arca yang ditemukan dan banyak lagi.
Persiapannya bagaimana
Meskipun baru tahun 2007 situs candi muaro jambi masuk tentatif list (daftar urut) UNESCO ke 5465, namun persiapan menuju kesana sudah kita lakukan sejak tahun 2000-an bersama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jambi.
Diantaranya , pemetaan kawasan dan apa saja yang ada didalamnya. Pembinaan terhadap masyarakat dan regulasi dari pemerintah provinsi dan kabupaten dalam rangka melindungi kawasan tersebut.
Pembuatan masterplan situs muaro Jambi sudah dilakukan sejak 2006, pembuatan DED Wilayah I Percandian Muaro Jambi (2007), normalisasi jaringan kanal kuni (2007- sekarang). Kemudian menetapkan situs sebagai kawasan cagar budaya dalam rencana tata ruang provinsi dan kabupaten serta penguatan lain guna mendukung situs tersebut sebagai warisan dunia.
Kita juga menerapkan 3 S yakni smile, service dan satisfied. Kita sambut mereka dengan keramahan, berikan pelayanan terbaik sehingga mereka yang datang ke situs muaro Jambi merasa puas dan punya kesan sehingga mereka mau datang kembali.
Selain candi, kabarnya Jambi punya geofak ?
Benar. Selain candi, Jambi juga memiliki kekayaan alam yang nilainya cukup tinggi yakni geofak di Merangin. Berdasarkan hasil kegiatan pemetaan dan penelitian belum lama ini, teridentifikasi potensi geodiversity di daerah aliran sungai Merangin Kecamatan Sungai Manau.
Potensi geodiversity berupa flora dan fauna berumur 250 – 290 juta tahun lalu atau tepatnya pada zaman perem atas sampai jura awal. Fosil flora yang ditemukan seperti tumbuhan yakni batang kayu dan daun-daunan. Sementara fosil fauna yakni binatang laut seperti moluska, ammonoit, fusulinit dan acolite.
Jadi, jangan dilihat situs itu hanya punya niai sejarah. Namun banyak multiefek yang dihasilkan bila dikelola secara baik. Dan ini akan mengangkat harkat dan martabat provinsi Jambi dimata nasional dan internasional. Disisi lain, masyarakat terbantu dalam meningkatkan pendapatan yang dilakukan dengan cara profesional dan ramah lingkungan.
Selain itu Jambi ini punya kekayaan yang tak ternilai harganya. Kita punya kekayaan budaya juga alam. Seharusnya masyarakat Jambi bangga akan hal itu. Mari bersama-sama menjaganya. (gtt)

PR yang Belum Selesai ...


Muhammad Antariksa, S.Pd

Puluhan sengketa lahan yang terjadi di Kabupaten Muarojambi menjadi catatan tersendiri bagi Muhammad Antariksa (37). Bahkan tak jarang, dia mengumpulkan banyak informasi dari berbagai sumber untuk memperoleh keterangan berimbang. Bagi Ketua Fraksi PAN DPRD Muarojambi ini, keberpihakan pada petani menjadi hal mutlak yang harus dilakukan.

Dua periode menjadi anggota dewan, membuat pria kelahiran Magelang, 15 April 1973 ini memahami betul, seluk beluk perjuangan para petani di Muarojambi memperoleh hak-hak kelola tanah. Apalagi, suami Lilis Suryani ini pernah menjadi transmigran Rimbo Bujang unit VII tahun 1977 hingga 1991, dan hidup sebagai petani hingga berkeluarga.

Bincang-bincang dengan ayah tiga anak inipun mengalir ringan. Sembari duduk di ruang BK Muarojambi, mas Antariksa—demikian dia biasa disapa bercerita seputar peran dan fungsi dewan. Baik dalam mengawal proses pembangunan hingga keseriusannya menyelesaikan konflik lahan. Ditengah pembicaraan, terungkap bahwa masih ada satu PR yang hingga kini belum diselesaikannya. Apa dan bagaimana sepak terjang Antariksa menjalani hari-hari sebagai anggota dewan? Berikut bincang-bincang Media Jambi dengannya, Jum’at (8/10).

Seperti apa Anda sebagai anggota dewan mengawal pembangunan ?
Kita mengawal mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Apakah sesuai prioritas pembangunan atau belum. Karena di Muarojambi ini, ada dua prioritas utama yang harus diperhatikan. Yaitu infrastruktur sebagai nadi perekonomian. Serta penataan wilayah. Terutama yang berkenaan dengan banyak sengketa lahan yang terjadi di tengah masyarakat.

Apakah Anda melihat keberadan dewan sudah efektif ?
Selama ini sudah cukup efektif. Terlihat dari beberapa kemajuan yang dicapai kabupaten beberapa waktu terakhir. Walaupun terkadang ada anggota dewan yang memaksa usulannya masuk dalam program pemerintah. Bisa jadi, karena mereka berasal dari dapil sana. Padahal usulan itu belum masuk dalam prioritas. Namun itu semua warna di dewan yang memberi banyak pemikiran dan masukan bagi pembangunan.

Tentang sengketa lahan, apakah sudah serius penyelesaiannya ?
Belum optimal. Jika alasan sulitnya penyelesaian karena terbatasnya kewenangan, setiap orang pasti punya keterbatasan. Tapi yang dimana terbatasnya? Ditengah keterbatasan itu, sesungguhnya harus ada dedikasi dan keberanian. Baik dari kepala daerah maupun legislatif. Apalagi, ada hak preogratif kepala daerah untuk memutuskan suatu hal. Kami sudah terus menggulirkan tentang sengketa lahan di tiap kesempatan dan paripurna. Bahkan, Fraksi PAN pernah dijuluki Fraksi 178. Karena tidak pernah lepas membicarakan nasib yang menimpa 178 transmigran Mingkung Jaya yang hingga hari ini masih terlantar.

Ketika kampanye, apa “jualan” anda pada konstituen ?
Selama dua periode menjadi anggota dewan, tiga hal yang menjadi fokus saya di dewan. Yaitu infrastruktur, Alhamdulillah sudah mengalami kemajuan. Walaupun harus diakui, banyak kerusakan di sana-sini. Kedua, layanan publik menyangkut pemekaran desa dan kecamatan. Juga sudah terjadi pemekaran tiga desa di Sungai Gelam. Dan pemekaran kecamatan Sungai Bahar. Fokus ketiga, penyelesaian sengketa lahan. Nah, ini PR yang hingga kini belum selesai. Walaupun sudah digulirkan sejak tahun 2004 lalu. Dan akan terus saya dengungkan di tiap kesempatan.

Bagaimana keberpihakan Pemerintah terhadap warga dalam sengketa lahan ?
Jawabannya saya kasih contoh. Untuk kasus Pasar Sungai Bahar, Pemerintah berani membawa kasus pedagang yang membuka segel pada aparat kepolisian. Kenapa tidak dilakukan hal yang sama pada perusahaan yang nyata-nyata mengabaikan hak petani. Bahkan menyerobot lahan petani untuk kepentingan perusahaan. Jika dengan warga berani, seharusnya dengan pemerintah juga harus berani dong...

Anda sendiri sebagai anggota dewan, apa tindakannya ?
Dengan tugas pokok dan fungsinya, kita sudah coba beberapa cara. Mediasi, pengumpulan data hingga membahas di Sidang Paripurna. Lagi-lagi, bola panas ada di tangan bupati. Seperti saya katakan tadi, harus ada dedikasi dan keberanian untuk menyelesaikan persoalan yang ada. Jika memang tidak ada jalan penyelesaiannya, beri penjelasan dan kepastian pada masyarakat. Agar mereka tidak lagi berharap. Tidak lagi menanti sekian tahun tanpa kepastian. (junaidi)

Rabu, 29 September 2010

Bahagia Menjadi Nominator Mitra SP Teladan


NUR Abdullah (56) tidak pernah menyangka, akan terpilih menjadi satu dari lima nominator mitra teladan Sensus Penduduk 2010 se Indonesia. Kepastian terpilih baru diperolehnya Jum’at siang (24/9) lalu. Diapun lantas diminta hadir di BPS Pusat, Senin ini untuk menerima penghargaan saat peringatan Hari Statistik.
Saat ditemui Media Jambi di kediaman Kabag TU BPS Provinsi Jambi, Aidil Adha— Pak Nur ditemani tiga mitra dan staf BPS Tebo. Dalam bincang-bincang malam itu, terungkap sebuah kebahagiaan. Bahwa Jambi bisa ikut ambil bagian menyumbangkan prestasi di tingkat Nasional.
Dari 33 Provinsi se Indonesia, lima provinsi terpilih mengirimkan mitra terbaiknya. Yaitu Syamsuri AR dari Kepulauan Riau, Aas Gaskasir dari Ciamis Jawa Barat, Soekirman dari Grobogan Jawa Tengah, Ismadi dari Ponorogo Jawa Timur dan terakhir Nur Abdullah dari Tebo Provinsi Jambi.
Mengenakan baju batik, pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah 7 Mei 1954 inipun bertutur banyak seputar aktivitasnya sehari-hari sebagai petani karet. Sekaligus Sekretaris Desa Rimbo Mulyo (unit 3) Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo.
Ternyata, kesibukan tidak membuat suami Indarti ini absen dalam tiap kegiatan BPS. Sebut saja Sensus Penduduk tahun 1980, 1990, 2000 dan 2010. pada SP terakhir, dia bahkan membawahi 27 petugas di tiga desa dalam sembilan kortim.
Diapun juga ikut ambil bagian dalam Survey Penduduk antar Sensus (Supas) tahun 1985, 1995 dan 2005. Kegiatan rutin Susenas dan Sakerjas setiap tahun sejak 1981. Sensus pertanian tahun 1983 dan sensus pertanian lanjutan tahun 1984. Sensus Ekonomi tahun 1986 dan 1987. Ditambah sensus Potensi Desa (Podes) dan cacah keuangan desa.
Banyak pengalaman baru yang diperolehnya. Terutama kemampuan menganalisa data sensus, survey maupun pencacahan. Seringkali, dia berusaha memahami hasil quesional yang telah diperolehnya.
Pada beberapa kegiatan, dia juga menghadapi banyak pertanyaan responden. Misalnya, untuk apa didata kembali. Apakah akan ada bantuan untuk mereka. Menghadapi pertanyaan seperti ini, Nur harus mampu menjelaskan secara gamblang agar tidak timbul kesalahpahaman.
Pada beberapa kasus, dia mengaku sulit memperoleh data yang akurat. Diantaranya data kriminalitas. “Paling susah mencari data kriminalitas. Hampir semua responden menutup-nutupi,” katanya. Persoalannya, banyak responden yang menganggap tindak kriminal yang dialami responden dianggap tidak perlu dipersoalkan. Untuk itu, terkadang Pak Nur mencari informasi dari tetangga sekitar.
“Nanti baru ada yang melapor, kalau dia baru kehilangan kerbau, atau getah. Ketika dikonfirmasi, dia tetap tidak mengaku. Atau mengatakan, yang sudah biarlah berlalu. Padahal ini penting untuk mengetahui tingkat kriminalitas di satu daerah,” katanya.
Ayah dari Dedi Munadi, Taufiq Hidayat, Tri Wibowo, si kembar Irawati dan Irmawati serta si bungsu Siti Muslimah inipun yakin, apa yang dilakukannya dapat membawa manfaat bagi diri, keluarga dan orang sekitarnya. “Yang terpenting, kita mau berbuat dengan ikhlas. Semua pasti ada hikmahnya,” ujar Nur yang ikut menjadi peserta transmigran pada 22 Desember 1976 lalu.(jun)

Musri Nauli, SH


Keberpihakan pada Petani Masih Setengah Hati

KONFLIK berkepanjangan antara petani dan perusahaan pemegang konsesi menggelitik rasa kepedulian Musri Nauli (38). Aktivis Walhi Jambi ini melihat, kondisi petani semakin hari kian memprihatinkan. Banyak diantara petani yang tergolong petani gurem atau tidak memiliki lahan. Walaupun Jambi kaya akan sumber daya alam yang ada. Namun tidak serta merta dinikmati secara adil dan berkelanjutan ditengah masyarakat.
Pria kelahiran Jambi, 14 Januari 1972 juga melihat, pemerintah masih bersikap setengah hati melaksanakan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yang jelas-jelas melindungi hak-hak adat masyarakat lokal. Ini terbukti dari mudahnya izin-izin pengelolaan hutan dikeluarkan. Sebut saja izin Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HP), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dan lain-lainnya yang tidak mengabaikan hak-hak adat masyarakat lokal.
Faktor-faktor inilah yang membuat ayah dari Wiliana Gita Putri, M Sadrah Putra, M Naulindo Putra dan M Lio terpacu adrenalinnya. Untuk senantiasa berada di barisan petani terutama urusan advokasi. Suami dari Erdewita Wati itu berharap, pemerintah menghormati hak-hak petani serta memberi kepastian hukum agar petani dapat hidup diatas lahannya yang kini dicaplok perusahaan.
Berikut wawancara singkat dengan Musri Nauli, SH di Sekretariat Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jambi, Telanaipura Kota Jambi, Minggu (26/9).
Apa yang membuat anda tertarik membela petani?
Sudah banyak petani Jambi yang dirugikan akibat dikeluarkannya izin-izin pengusaan lahan untuk korporasi. Ini terjadi hampir merata di Provinsi Jambi, terutama di lima kabupaten yakni Batanghari, Muaro Jambi, Tebo, Tanjab Barat dan Tanjab Timur.
Banyak petani kehilangan lahan. Tidak sedikit pula yang harus berprofesi sebagai buruh tani diatas tanahnya sendiri. Pendapatan mereka menurun dan tidak cukup untuk menafkahi anak dan isteri mereka. Lebih parah lagi, mereka kerap dituding melakukan perambahan hutan, penyerobotan lahan perusahaan. Bahkan tidak sedikit pula yang ditangkap dan diintimidasi. Kasus terjadi akibat adanya kebijakan pemerintah sehingga kepentingn masyarakat termarjinalkan.
Maksud anda ?
Begini, UUPA yang menggantikan Agrarische Wet 1870 dengan prinsip domein verklaringnya menyatakan semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, tanah dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah belanda.
Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juga disebutkan, Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UUPA bersumber dari pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Karenanya, UUPA dikenal undang-undang payung (umbrella act) yang mengatur tentang agraria.
UUPA turut pula mengatur hukum adat. Luas maksimum-minimum hak atas tanah dan pembagian tanah kepada petani tak bertanah. Ketentuan ini biasa dikenal dengan landreform.
Anda menyinggung soal pemberian setengah hati ?
Ketidaksinkronan antara UUPA dengan undang-undang sektoral seperti UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Sumber Daya Air, UU Minyak dan Energi, UU Pertambangan menimbulkan benturan norma (konflik hukum/Conflict of Law). Ketentuan UU Kehutanan memunculkan sifat kepemilikan hutan negara yang mirip dengan Domein Verklaring pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Lahirnya UUPA yang tidak dipatuhi pemangku negara, tepat dikatakan, sebagai pemberian setengah hati.
Lantas apa yang terjadi ?
Akibatnya, tahun 2009, Luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia 7.125.331 ha. Walhi mencatat, sejak tahun 2003 hingga semester pertama 2010, jumlah konflik sumber daya alam sebanyak 317 kasus. Sawit Watch mencatat lebih dari 630 konflik perkebunan kelapa sawit. Data BPN tahun 2008, konflik tanah di Indonesia mencapai 8.000-an. KPA tahun 2008 mencatat 1.753 konflik yang mengakibatkan 1.189.482 KK menjadi korban.
Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah tidak berhasil meningkatkan kemakmuran. Kekayaan yang diraup Freeport dan kasus Lumpur Lapindo hanya sekedar contoh. Pendidikan dan kesehatan menjadi barang mahal. Pembangunan kemudian menciptakan kesengsaraan, tidak mengakui kepemilikan masyarakat adat, rusaknya pranata sosial dan berbagai konflik yang kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Penghormatan terhadap hukum adat dikalahkan dengan hukum nasional. Konflik sumber daya alam menyebabkan berbagai persoalan yang sampai sekarang tidak jelas arah penyelesaiannya.
Tentu saja perdebatan melaksanakan UUPA atau revisi menjadi wacana yang tidak relevan lagi diperbincangkan. Yang menjadi pokok perhatian, bagaimana amanat konstitusi ketentuan pasal 33 UUD 1945 harus dilaksanakan.(gtt)

Senin, 20 September 2010

Ingin Mengembalikan Kejayaan Islam…


Agus Setyawan, SE.Ak


HANYA sedikit orang yang mengenal istilah Hizbut Tahrir. Padahal di Provinsi Jambi, beberapa masjid pada sholat Jum’at selalu diwarnai selebaran bulettin Al-Islam untuk jamaahnya. Sekilas, orang akan memandang HT sebatas organisasi kemasyarakatan layaknya Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah atau Front Pembebasan Islam (FPI). Siapa nyana, HT ternyata Partai Politik yang secara leksikal berarti Partai Pembebasan.

Cita-cita HT boleh jadi dianggap “aneh” oleh sebagian orang. Apalagi, kerap terjadi kesalah pahaman bahwa HT ingin mendirikan negara baru. Fenomena ini dijawab lugas Agus Setyawan, SE.Ak, yang bergabung sebagai Sekretaris sekaligus Humas DPD Hizbut Tahrir Provinsi Jambi dalam bincang-bincang dengan Media Jambi.

Dibalik bicaranya yang tegas dan bersemangat, terselip keinginan mulia. Pun ditengah kesibukannya sebagai Auditor BPK RI Perwakilan Jambi, Agus masih menyempatkan waktu mengisi pengajian dan diskusi publik. Apa, siapa dan bagaimana HT di Indonesia maupun provinsi Jambi ? berikut petikan wawancara dengan Agus Setyawan di kediamannya, Lorong Arizona Mayang Kota Jambi, Kamis malam (16/9) lalu.

Perkumpulan apa Hizbut Tahrir itu ?
Sebenarnya, Hizbut Tahrir (HT) adalah partai politik yang bercita-cita menerapkan Syariat Islam secara kaffah di Indonesia dan seluruh dunia. Secara leksikal, HT berarti Partai Pembebasan. Sebagai parpol tentu memiliki visi dan misi tertentu. Hanya saja, basis ideologis HT tidak diakomodir UU Parpol di Indonesia. Sehingga HT tidak ambil bagian dalam kancah perpolitikan di Indonesia.

Menurut HT, bagaimana sistem perpolitikan saat ini ?
Kita masih menganut demokrasi berlandaskan trias politika. Dimana hukum dibentuk lembaga negara. Ada banyak kelemahan pada sistem tersebut. Karenanya, kita melakukan kampanye secara masif untuk menjelaskan ajaran Islam yang utuh hingga tiap aktivitas masyarakat dan negara. Melalui rekrutmen, mengisi pengajian, Diskusi langsung, menerbitkan brosur, booklet, bulletin Al-Islam tiap Jum’at yang disebar di Masjid-masjid. Serta majalah dua bulanan yang diterbitkan serentak diseluruh Indonesia.

Apa bukan berarti HT ingin mendirikan negara baru ?
Inilah yang sering disalah artikan. Untuk membentuk tatanan masyarakat berlandaskan Islam, dibutuhan perangkat lain. Misal untuk melaksanakan hukuman bagi pezina yaitu hukum Rajam atau Qisas. Nah, bagaimana proses menghukum dan siapa yang melakukannya?. Tentu dibutuhkan saksi, pengadilan, hakim. Yang semuanya harus dibentuk oleh negara. Atau ketika negara menghadapi bahaya perang, siapa yang dapat menggerakkannya, tentu pemimpin.

Apa artinya semua itu ?

Artinya, khilafah (kepemimpinan) hanyalah perantaraan yang “harus terbentuk” jika memang semua masyarakat menginginkan lahirnya sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Karena itu, kampanye yang kami lakukan lebih pada perubahan pemikiran ditengah masyarakat untuk bersama-sama memiliki keinginan yang kuat kembali pada ajaran Islam berlandaskan Al-qur’an, Sunnah dan Ijma ulama.

Apa dasar pemikiran HT ?
Kita ingat, kejayaan Khilafah Utsmaniyah tahun 1400 menguasai hampir seluruh Eropa. Ketika itu, orang akan tertawa jika ingin mengalahkan Islam. Namun sedikit demi sedikit selama 400 tahun terjadi perubahan. Satu persatu daerah Islam berjatuhan. Demikian pula kami. Memang, hasil yang akan kami nikmati bukan sekarang. Mungkin 50, bahkan 500 tahun. Namun jika tidak ada yang memulai, tidak akan ada hasil yang diharapkan.

Bagaimana tanggapan masyarakat, tokoh ulama dan tokoh adat di Jambi ?
Kedatangan kami masih disambut kok, bukan disambit (sambil tertawa). Sejujurnya, secara pribadi mereka setuju untuk menerapkan syariat dan hukum Islam dalam secara utuh. Namun masih ragu, jika ditanya tentang Khilafah (kepemimpinan) Islamiyah.

Apa harapan Anda?
Banyak yang tertawa. Zaman gini, kok cita-cita berharap pahala. Namun adanya keinginan pada tujuan perjuanganlah yang membuat kami bertahan. Untuk mengukurnya, siapa diantara kami yang paling lama bertahan, dialah yang memiliki cita-cita kuat. Apalagi, tantangannya sangatlah berat.

Bukankah sudah ada ulama, pencemarah dan kyai yang melakukannya ?
Benar. Kami sangat memberi apresiasi pada mereka yang telah melakukan dakwah setiap saat. Namun ingat, Islam tidak sebatas ibadah ritual yang menyangkut sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Ada banyak tatanan dalam masyarakat, maupun pelaksanaan hukum pidana dan tata negara yang jauh dari ajaran Rasulullah Saw. Kita ingin, Islam sebagai sebuah Agama mampu berdiri tegak seperti dizaman Rasulullah, para sahabat atau khalifah sesudahnya. Insya Allah (jun)

Harus Pandai Membagi Waktu


Siti Hajir S Ag


KODRAT sebagai wanita ternyata tidak menghalangi Siti Hajir, S.Ag (38) melakoni tugasnya sebagai Lurah Simpang IV Sipin Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. Di tengah kesibukan turun ke masyarakat, tugas sebagai ibu rumah tangga tidak disepelekan. Apalagi ditengah beragamnya tuntutan masyarakat untuk perbaikan kondisi fisik dan sosial ekonomi. Dia harus mampu menjembatani antara kebijakan pemerintah dan keinginan warganya secara arif.

Wanita kelahiran Pelawan, Sarolangun, 12 Februari 1972 ini juga memiliki tanggung jawab membina PKK dan majelis taklim di lingkungannya. Selain pelatihan keterampilan membuat kue, menjahit dan lain sebagainya.
Tentu bukan tugas mudah bagi isteri dari Drs. Ahmad Yasir ini. Apalagi, permasalahan warganya cukup pelik. Ada kiat tersendiri yang dimiliki ibu dari M. Umar Hasaliki (14), Umama Hasaliki (10), Amairdah Hasaliki (6). Yaitu pandai membagi waktu antara tugas keluarga dan tugasnya sebagai lurah. Berikut petikan wawancara singkat Media Jambi dengan Siti Hajir di kediamannya, Jalan Karya Maju RT 14 Kelurahan Simpang 4 Sipin, Minggu (19/9) pagi.

Pada reses Anggota DPRD Kota, banyak warga mengeluh. Mengapa?

Apa yang disampaikan benar adanya. Kondisi sepanjang Jalan Jalan KS Tubun hingga asrama tentara sungai kambang banyak yang rusak. Baru-baru ini, banjir juga melanda pemukiman warga. Salah satunya di Sungai Kambang. Sebagian gorong-gorong ada yang rusak berat, dan mengalami penyempitan. Tentunya butuh perhatian dan harus segera diperbaiki. Bila perlu dibuatkan box culvert. Sudah kita laporkan. Sebagian sudah ditangani. Sisanya mungkin dalam waktu dekat.
Untuk jalan lingkungan, sebagian besar sudah dibuat, Alhamudlillah, kondisinya masih baik.

Bagaimana Tanggapan Warga ?
Realisasi ini, bagi saya dan warga cukup menggembirakan. Dan lebih bersyukur lagi, tidak ada masalah dengan pengerjaannya. Warga sangat antusias terlibat didalam pengerjannya. Itu lah yang kita harapkan.
Saya selalu berupaya maksimal menjalin komunikasi dengan warga dan turun langsung ke mereka. Kadang kita dituntut kerja tak kenal waktu. Mau apalagi, ini kan bentuk tanggung jawab sebagai pelayan masyarakat.

Bagaimana anda membagi waktu untuk keluarga
Tugas sebagai pelayan masyarakat tentunya menyita waktu. Tapi bukan berarti saya mengabaikan kepentingan keluarga. Keluarga yang utama. Sebagai isteri, saya harus melayani suami dengan baik. Begitu juga anak-anak. Yang terpentingkan cara kita membagi waktu untuk itu.
Misalnya, disaat libur kerja, saya banyak menghabiskan waktu bersama suami dan anak-anak. Biasanya, seharian dirumah. Kadang jalan-jalan, entah itu ke mall atau tempat wisata. Masalah pendidikan anak-anak sangat saya perhatikan, terutama pendidikan agamanya. Untuk mengaji, saya sendiri yang mengajarkan. Saya ingin membekali anak-anak dengan agama. Agar kelak dewasa nanti menjadi anak yang soleh dan bermanfaat bagi banyak orang.

Apa harapan anda kedepan

Saya berada di kelurahan ini sejak 1999 sebagai Seklur. Terus menjadi Lurah sejak 2006 lalu hingga sekarang. Banyak hal yang sudah kami lakukan bersama. Namun ada satu ganjalan, yakni kesadaran warga akan kebersihan. Tanggung jawab ini tidak saja di pemerintah, masyarakat juga harus pro aktif.

Senin, 30 Agustus 2010

Ir Ahmad Fauzi Ansori, MTP


Itu Program, Bukan Bagi-bagi Uang

ENERGIK, berapi-api dan penuh percaya diri. Sikap itulah yang senantiasa ditunjukan pria bernama lengkap Ir Ahmad Fauzi Ansori, MTP ini. Meskipun demikian, dia mengakui, bahwa dirinya juga manusia biasa dan mahluk yang jauh dari kata sempurna. Untuk itu, ia senantiasa berdoa dan bekerja keras semaksimal mungkin dengan harapan mendapatkan hasil yang terbaik.
Pengabdiannya dimasa pemerintahan Zulkifli Nurdin dan pencapaian kerjanya hingga kini masih mendapat apresiasi yang baik. Tak heran, pria kelahiran Bandar Lampung, 29 maret 1966 itu masih dipercaya Gubernur Hasan Basri Agus mengepalai Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi.
Kini ayah dari Putri Pratiwi Fauzie, Tata Fauzie, Aldy Ramadhan itu dituntut ekstra kerja keras. Program satu kecamatan satu milyar butuh dijabarkan segera kedalam kebijakan agar di tahun 2011 mendatang, rakyat sudah bisa menikmati janji politk HBA itu.
Tentunya, tugas itu tak mudah bagi suami dari Zusmaini Fauzi. Namun, HBA sangat ingin stafnya bergerak cepat demi terwujudnya ekonomi maju, adil dan sejahtera. Seperti apa program satu milyar satu kecamatan itu yang saat ini menjadi andalan. Berikut petikan wawancara Media Jambi dengan Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Ir. Ahmad Fauzi Ansori, MTP, Minggu (22/8).

Apa sebenarnya program 1 kecamatan 1 milyar itu
Suatu program yang dicanangkan gubernur untuk mendorong terciptanya perubahan. Adanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan banyak lagi. Itu kan yang diinginkan masyarakat Jambi.
Satu milyar itu jangan diartikan bagi-bagi uang. Tapi maksudnya, untuk tiap kecamatan diminta mengajukan usulan terkait apa yang dibutuhkan masyarakatnya. Entah itu, program peningkatan infrastruktur wilayah dan energi. Pendidikan dan kesehatan serta sosial budaya. Pengembangan ekonomi rakyat, investasi dan kepariwisataan. Ketahanan pangan dan sumber daya manusia. Terakhir penataan tata pemerintahan yang baik. Intinya disesuaikan dengan kebutuhan daerah itu.

Bagaimana alur dan seperti apa program yang akan dibiayai
Proses usulan dari masing-masing kecamatan telah kita mintakan. Terakhir Senin (23/8) nanti usulan itu harus masuk. Mereka harus menyampaikan pengajuan program dengan melampirkan secara detail kondisi wilayahnya. Diantaranya, menyampaikan data lokasi (kordinat) data luas wilayah, luas areal tanam, luas rawa, data jumlah penduduk, jumlah keluarga pra sejahtera (by name by address) dan jumlah tenaga kerja.
Kemudian, juga menyampaikan data panjang dari kondisi jalan lingkungan, jalan kabupaten /kota, jalan provinsi, jalan produksi, jalan non status dan kondisi irigasi dimasing-masing kecamatan. Selain itu, usulan program / kegiatan kecamatan yang diusulkan maksimal satu milyar. Selain itu, Bappeda kabupaten / kota, juga diminta menyampaikan program kerja daerahnya.
Kesemua itu akan dipelajari dan masing-masing program akan diplot ke masing-masing SKPD terkait termasuk juga dananya. Dana itu nantinya dalam bentuk Specific Grand. Program yang tidak masuk dalam usulan di Musrembang, akan dijadikan prioritas bagi program ini.

Sudah Dibicarakan dengan dewan ?
Untuk memantapkan hal ini, dalam waktu dekat, kita akan berkordinasi dengan anggota dewan yang merupakan para wakil rakyat. Insya’allah, Gubernur dijadwalkan bertemu DPRD Provinsi Jambi pada Oktober mendatang guna membahas itu.

Apa anda optimis ini bisa terwujud
Kenapa tidak. Saya yakin ini bisa. Sebagai manusia tentunya saya banyak kekurangan. Namun dengan dukungan semua pihak, saya yakin ini bisa berjalan baik. (gtt)

Dr HM Nurung Lc, MAg


Perbaiki Kapasitas Da’i dan Masyarakat

SEMUA orang bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan disekitarnya. Setiap orang dapat pula menjadi da’i, dengan mengajak orang lain pada sesuatu yang baik atau lebih baik. Seperti itulah pernyataan yang disampaikan Dr HM Nurung Lc, M.Ag, ketua Pengurus Wilayah Ikatan Da’I Seluruh Indonesia (Ikadi) Provinsi Jambi menjawab Media Jambi, Senin (23/8) lalu.
Saat ditemui di ruang Pasca Sarjana IAIN STS Jambi, Ustad Nurung—demikian dia disapa rekan-ekannya tampak sudah mempersiapkan sejumlah materi yang akan dibahas bersama Media Jambi. Terkait aktivitasnya “mengawal” proses pemahaman beragama serta meningkatkan kapasitas da’i dan masyarakat.
Alumni Al-Azhar Kairo Mesir, IAIN Jakarta dan UIN Jakarta ini berpendapat, banyak hal harus segera dilakukan. Mengingat derasnya arus informasi yang sewaktu-waktu dapat menggerus akhlak dan moral masyarakat. Terutama generasi muda. Tantangan yang dihadapinyapun tidak sedikit. Mulai dari terbatasnya jumlah da’i hingga kesibukan yang harus dilakoninya sehari-hari.
Seperti apa Ustad Nurung menjalani hari-demi hari ?. Dan seberapa prihatinkah ketua prodi Pemikiran Agama dan Filsafat Islam Pasca Sarjana IAIN Jambi melihat fenomena kehidupan beragama khususnya di Provinsi Jambi. Berikut petikan bincang-bincang Media Jambi dengan suami dari Syarifah Masnaini Nur, S.Pdi ini :

Apa aktivitas nyata Ikadi Jambi ketengah masyarakat ?
Kita melakukan pelatihan bagi para da’i se Provinsi Jambi. Meningkatkan kapasitasnya agar mampu terjun ketengah masyarakat di semua level. Termasuk mengirim da’i ke daerah-daerah minus. Seperti ke Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muarojambi.

Maksud daerah Minus ?
Maksudnya, daerah yang memiliki jumlah penduduk muslim cukup besar, namun hanya sedikit sekali orang yang mau mengajak orang lain kearah yang lebih baik. Atau, minim sekali dilakukan aktivitas ceramah dan pengajian di daerah itu. Turunnya da’i Ikadi sebagai bentuk tanggung jawab kita pada sesama saudara muslim. Seperti yang pernah dilakukan, mengirim Da’i ke pemukiman Suku Anak Dalam di Muarojambi.

Siapa saja yang disebut da’i ?
Adalah orang yang mengajak orang lain untuk berubah menjadi baik atau lebih baik. Da’i tidak identik dengan penceramah, dan tidak harus bisa ceramah. Jadi penceramah hanyalah bagian dari Da’i itu sendiri. siapa saja bisa menjadi da’i. Bahkan kepada teman, satu orang ke orang lain. Ada pesan dakwah yang disampaikan sudah disebut sebagai da’i. hanya saja, untuk memiliki kapasitas harus melalui melaui pelatihan untuk mengasah kemampuan.

Khusus di bulan Ramadhan, apa aktivitas yang dilakukan Ikadi ?
Kita melakukan Kajian Dhuha Ahad. Mengkaji ilmu agama setiap hari minggu. Membahas berbagai topik berbeda. Minggu pertama tema kontemporer. Yaitu hal-hal yang terjadi kekinian. Minggu kedua kajian fiqh, ketiga tafsir dan minggu keempat kajian keluarga. Kedua, melakukan I’tikaf bersama pada 10 hari terakhir ramadhan. Biasanya dilakukan pada malam hari karena sebagian peserta I’tikaf harus bekerja di siang hari. Peserta sebagian berasal dari mahasiswa dan kalangan umum. Lalu ada pula pelatihan khatib secara khusus dan seminar berbagai pokok permasalahan kekinian.

Bagaimana Anda melihat perbedaan yang terjadi dikalangan umat saat ini ?
Perbedaan pendapat justru menjadi khazanah (kekayaan) tersendiri bagi umat ini. Misi utama Ikadi, meminimalisir pertentangan dan menjadikan Islam Rahmatan lil’alamin. Tidak seperti yang digambarkan saat ini. Islam identik dengan terorisme. Pemahaman ini harus diperjelas dengan memberi pengertian pada generasi muda dan kaum muslimin pada umumnya.

Bagaimana Anda melihat kondisi kehidupan beragama saat ini, khususnya di Provinsi Jambi ?
Ada tiga hal yang harus dicermati. Pertama, perlu terus ditingkatkan kemampuan pemahaman agama, meningkatkan disisi pengamalan dan meminimalisir pertentangan. Karena perbedaan pendapat tidak akan menjadi masalah selama tidak menyangkut hal-hal yang prinsip.

Bagaimana dengan porsi pendidikan agama di sekolah-sekolah ?
Terus terang, porsi yang diberikan sangat tidak memadai. Pemerintah seharusnya memberi perhatian dan turut berkepentingan didalamnya. Karena baiknya moral akan berimbas pada kekokohan pembangunan. hal ketiga, orang tua juga perlu memberi perhatian lebih terhadap pendidikan agama di rumah tangga masing-masing.. semoga (jun)

Selasa, 17 Agustus 2010

Bukhori, S.Ag


Tenang Dalam Naungan Al-Qur’an

LANTUNAN kalam Ilahi mengalir lancar dari bibirnya. Ayat demi ayat dibacakan Bukhori S.Ag (32) saat mengimami sholat Tarawih berjamaah di Masjid Agung Al-Falah Jambi, Sabtu (14/8) malam. Tidak terasa, satu juz dibaca habis dalam 20 rakaat Tarawih di Masjid Seribu Tiang itu.
Usai memimpin sekitar 600 jamaah, Media Jambi berkesempatan berbincang-bincang dengan pria muda berkulit putih ini. Mengenakan baju muslim coklat muda bergaris-garis putih, Bukhori adalah satu dari tiga imam tetap sholat tarawih. Imam lain yang memimpin sholat secara bergiliran di Masjid Agung yaitu Ustad Abdul Qudus SH dan Ustad Mulyadi S.Pdi.
Tenang, pendiam dan tidak banyak bicara. Seperti itulah kira-kira sikap dan pembawaan Bukhori. Mengawali bincang-bincang, dia mengaku ada ketenangan tersendiri jika diberi rahmat Allah Swt sebagai pengawal dan penghafal Al-qur’an. “Janji Allah, siapa yang menjaga ayat-ayatnya akan diberi ketenangan hidup dan jiwa yang tenang,” ujarnya tersenyum.
Pria kelahiran Mudung Laut, Seberang Kota Jambi 15 Juni 1978 ini telah hafal Al-qur’an sejak berusia 19 tahun. Waktu itu, dia masih duduk di Semester I Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Kemampuannya menghafal 6.666 ayat yang terangkum dalam 114 surat, tentu tidak menyulitkannya memimpin sholat tarawih yang mengharuskan membaca satu juz setiap malam.
Walaupun untuk itu, dia tetap harus belajar dan terus mengulang bacaan. Namun kesungguhan menghafal dan mengulang ingatan akan ayat-ayat Allah inilah, yang kemudan membuat dia semakin merasa dekat dengan Allah. Merasakan ketenangan dalam nauangan Al-qur’an.
Sehari-hari, pria yang pernah mondok enam tahun di Ponpes Darul Rahman Jakarta ini menjalankan aktivitas sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah Sengeti. Mengajar mata pelajaran Muatan Lokal, dia mengaku menerapkan sistem hafalan juz amma pada tiap muridnya. Tidak hanya didasarkan kemampuannya menghafal Al-qur’an, niat ini semata-mata keinginan membuat tiap siswa, siap menjadi imam ditempatnya masing-masing.
“Sekarang jangankan mencari yang hafal Al-qur’an, yang hafal juz amma secara lengkap saja sulit. Kami berkeinginan, akan lahir imam-imam baru pengganti generasi yang telah tua dan berguna ditengah masyarakat,” urai suami Fadilah, yang berprofesi sebagai guru di sekolah yang sama.
Tidah hanya keinginan menularkan kemampuan, diterapkannya hafalan juz amma pada murid-muridnya dilakukan mengingat terpaan arus informasi, teknologi dan modernisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Ayah dari Inas Abidah (2) ini mengungkapkan sebentuk rasa prihatin melihat lemahnya keinginan beribadah dan menyiarkan agama Islam beberapa waktu terakhir. “Bahkan di madrasah sekalipun masih kurang mengakomodir kemampuan baca Al-qur’an. Bahkan sekarang, menjadi hal yang langka melihat anak-anak mengaji di rumah. Yang banyak, justru warnet, tempat permainan dan sebagainya yang bertebaran di tiap sudut,” keluh anak keempat dari lima bersaudara ini.
Maka tidak heran, dia mengaku memiliki tanggung jawab moral memberi kesadaran penuh pada generasi muda. Yang mulai tergerus arus informasi hingga mengikis nilai-nilai agama dari tiap diri generasi muda.
Selain bertugas mengimami sholat tarawih di Masjid Agung, Bukhori juga dipercaya menjadi juri di berbagai event Musabaqoh Tilawatil Qur’an. Sebut saja, juri Tafsir Qur’an pada MTQ Tingkat Provinsi di Kabupaten Bungo tahun 2009 dan di Kualatungkal tahun 2010 lalu.
Bukhori berharap, hendaknya para orang tua, guru dan anak-anak mampu menjadikan Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman, panutan dan petunjuk dalam hidup. Setelah itu, memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan sampai, Al-qur’an hanya menjadi pajangan dirumah. Sekadar penanda, bahwa disitu ada orang Islam,” pesan ustad muda ini.(jun)

Menanti Khatam Al-qur’an di Masjid Seribu Tiang


GEMERLAP cahaya memenuhi bagian dalam masjid Agung Al-Falah Jambi. Kerlap-kerlip lampupun menyinari ratusan jamaah yang tengah khusuk beribadah di malam bulan penuh ampunan. Sungguh merupakan pemandangan yang kontras. Cahaya putih lampu ditambah warna mukena dari jamaah wanita, sangat mencolok diantara kuning keemasan tiang masjid yang berdiri kokoh diseputaran masjid.
Malam itu, Sabtu (14/8), sekitar 300 jamaah pria berjejer dalam tiga shaf dibagian muka. Begitupun jamaah perempuan, tiga shaf dibagian belakang dipisah besi pembatas. Sementara disekitar jamaah, terlihat anak-anak, kaum wanita dan pria yang duduk bersantai. Diantaranya seperti kelelahan mengikuti sholat tarawih di masjid itu.
Ansor (38), warga Orang Kayo Hitam Kecamatan Pasar Jambi mengakui, tidak sanggup ikut terus menerus dalam sholat tarawih. “Sholatnya lama, panjang. Bayangkan, satu malam satu juz. Jadinya dua kali sholat satu kali berhenti,” ungkapnya ringan saat ditanya kenapa beristirahat disaat jamaah lain tengah sholat.
Dia datang berikut istri dan kedua putranya yang terlihat duduk disekitar Ansor. Meski masih berusia enam dan delapan tahun, dia telah membiasakan membawa kedua anaknya datang ke Masjid. “Tidak dipaksa ikut sholat. Yang penting mereka mau ke masjid saja sudah syukur,” lanjut Ansor.
Komentar senada diungkap Mardiani, istri Ansor. Menurutnya, tidak penting apakah anak sudah melaksanakan sholat dengan benar atau belum. Yang terpenting saat ini, bagaimana mereka membiasakan anak-anaknya datang ke Masjid. “Pelan-pelan baru diajarin bagaimana sholat dan bersikap didalam masjid,” ungkap wanita yang sehari-hari bekerja sebagai guru honor ini.
Ya... tidak semua jamaah yang hadir melaksanakan sholat. Banyak diantaranya yang hanya duduk-duduk bercengkerama dengan anak dan keluarga. Ditempat lain, anak –anak terlihat berlari dengan riang. Suasana malam yang terang benderang di dalam masjid mendatangkan suka cita tersendiri bagi anak-anak ini.
“Datang kesini minta tanda tangan imam bang....,” tukas Iqbal, siswa MTs Muhammadiyah yang malam itu ikut bermain bersama rekan-rekannya. Dimalam ramadhan, Masjid Agung menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat disekitarnya.
Jika dibagian dalam diramaikan dengan jamaah yang sholat tarawih, dibagian luar masjid dipenuhi kaum muda-mudi yang asyik bercengkerama. Terdapat aneka pedagang yang menjual makanan kecil dibagian parkir masjid. Kesempatan ini dimanfaatkan bagi jamaah yang tidak sholat untuk menyantap hidangan. “Kita juga harus ikut meramaikan dong, bulan puasa. Kalau dak sholat, yang penting kan ke masjid,” tukas seorang remaja putri dengan santainya menjawab alasan datang ke masjid ini.(jun)

Selasa, 10 Agustus 2010

Fachrori Umar


Lima Pertanyaan Mengantar Jadi Wagub

SEPERTI mimpi di siang bolong. Itu yang dirasakan mantan Wakil Kepala Pengadilan Tinggi Agama Manado, Fachrori Umar saat dirinya, dipilih Hasan Basri Agus (HBA) sebagai pendampingnya maju pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) dan menang, Juni lalu. Apalagi, deretan panjang calon pendamping yang mencapai 27 orang serta memiliki nama besar. Namun jawaban singkat atas lima pertanyaan yang dilontarkan dua orang kepercayaan HBA, membuat ia terpilih.
Pria kelahiran Bebeko, 23 November 1952 itu awalnya hanya ingin membantu HBA agar menang di Pilkada. Tidak terbersit sedikit pun dibenaknya ingin mencalonkan atau menawarkan diri mendampingi mantan Bupati Sarolangun itu. Namun pertanyaan dua orang kepercayaan HBA, mengantarkan suami dari Hj. Rahima binti Ibrahim ini, dipilih mendampingi HBA. Dan, dia terus belajar, bahkan, sejak awal sudah menghabiskan dana Rp 700 ribu untuk membeli buku-buku terkait birokrasi, kinerja pegawai, mendokrak usaha, pengentasan kemiskinan, pelayanan publik, keuangan negara hingga sukses dalam memimpin.
Kini ayah dari Ria Mayang Sari (Anggota DPRD Bungo Fraksi Demokrat) dan Maima Kamila (siswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Jakarta) itu resmi menjabat Wakil Gubernur Jambi Periode 2010 – 2015. Ia berjanji membantu HBA dan loyal.
Berikut petikan wawancara Media Jambi dengan Fachrori di ruang kerja Wakil Gubernur Jambi, Kamis (5/8) siang sekitar pukul 13.07 wib.
Apa perasaan anda saat dilantik sebagai Wakil Gubernur Jambi ?
Gembira, senang dan bangga. Tak pernah terbayangkan menjadi wagub mendampingi HBA. Bahkan tidak pernah terbersit dibenak saya ingin mencalonkan atau menawarkan diri mendampingi HBA dan menang pula. Sujud syukur kepada Allah karena kami dipercaya memegang amanah ini.
Bagaimana bisa terpilih mendampingi HBA?
Begini, dulu saya diminta bantu HBA untuk memenangkannya dalam pertarungan Pilkada. Seperti tim sukses gitulah. Saat itu HBA belum punya pendamping dan saya hanya berpikir membantu beliau. Tiba-tiba saya ditelpon orang kepercayaan HBA. Saya kaget, diminta ke Jakarta dan masuk dalam bursa calon pendamping HBA. Setelah saya cek sipenelpon, ternyata benar. Lalu saya bicarakan ke isteri dan dia mendukung. Jadilah kami ke Jakarta, kalau tidak salah tanggal 21 Februari 2010.
Setibanya di Jakarta, saya diminta ke salah satu hotel. Pertemuan yang awalnya pagi ditunda, lalu siang. Namun hari itu tidak jadi. Karena mereka terlalu capek dan saya juga lantaran menunggu lama. Esok harinya barulah saya ketemu dua orang kepercayaan HBA. Disitu saya dicecar 5 pertanyaan. Karena saya tau bahwa saya bukanlah satu-satunya bakal calon pendamping, saya tidak punya beban. Apalagi saya ini calon nomor urut ke 28. Saya jawab saja apa adanya.
Apa saja pertanyaannya itu?
Pertama, mereka mengatakan APBD Provinsi Jambi kecil hanya Rp 1,9 trilyun. Bagaimana cara saya mengembangkan progam pembangunan dengan kecilnya anggaran. Lalu, apa langkah-langkah saya agar hubungan dengan HBA selama memimpin Jambi “akur” hingga akhir masa jabatan. Trus, kontribusi apa yang saya berikan untuk memenangkan HBA serta apa sikap saya bila tidak dipilih HBA sebagai pendamping. Untuk pertanyaan kelima mungkin tak perlu saya sebutkan karena itu agak politis sifatnya.
Jawaban anda?
Saya katakan bila anggaran kecil, ya kita harus berhemat. Gunakan untuk program tepat sasaran. Kemudian giatkan sumber-sumber pendapatan daerah. Jawaban pertanyaan kedua singkat saja. Bekerja sesuai tupoksi. Kan ada job description. Ingat, tugas wakil adalah membantu. Memberikan saran pendapat bila diminta atasan dan jalankan saja tugas sesuai undang-undang. Satu hal lagi, jangan sekali-kali menganggu urusan keuangan dan kepegawaian. Itu ranahnya kepala daerah. Hal itu saya terapkan dan pengalaman saya selama menjadi Wakil Ketua Pengadilan mengajarkan demikian.
Bagaimana soal kontribusi kemenangan?
Saya punya bekal saat mencalonkan diri sebagai Bupati Bungo. Disana masih banyak pendukung dan tim saya. Bahkan, bukan tidak mungkin saya bisa dibantu rekan-rekan dari pengadilan. Jumlah mereka cukup banyak. Bayangkan saja tiap daerah ada pengadilan. Dari provinsi hingga tingkat desa. Sebagai bagian keluarga besar, meskipun tidak lewat institusi, tentunya rekan-rekan saya di pengadilan mendukung saya. Mereka pun bergerak ke bawah.
Nah, kalau pertanyaan apakah saya akan tetap mendukung HBA meskipun tidak dipilih sebagai calon wakil saat itu. Tegas saya katakan, bahwa saya tetap mendukung dan memenangkan HBA sebagai Gubernur dan pasangannya. Sementara pertanyaan kelima, kenyataannya kami didukung partai-partai besar dan alhamdulillah berhasil
.(gtt)

Rabu, 04 Agustus 2010

Sang Birokrat Berlari Mengejar “Emas”


DARI Sarolangun ke Kota Jambi, perjalanan Hasan Basri Agus memimpin Provinsi Jambi, dimulai tanggal 3 Agustus 2010 ini. Empat tahun menjabat Bupati Sarolangun (31 Juli 2006 s/d 31 Juli 2010), kemampuan mantan Sekda Kota Jambi ini akan diuji hingga lima tahun kedepan. Mampukah sang birokrat sejati ini menggantikan kiprah sang pengusaha dan ketua partai besar, Zulkifli Nurdin untuk menjadikan Jambi Emas (Ekonomi maju, aman, adil dan sejahtera)? Sesuai slogan politiknya?
Bermodalkan 607.030 suara atau 40,60 persen suara rakyat Jambi yang diraih saat Pemilukada Provinsi Jambi, 19 Juni 2010, H Hasan Basri Agus dan Fachrori Umar berhak menyandang jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi periode 2010-2015. HBA berhasil menyisihkan tiga calon lainnya yang berprofesi sama dengan dirinya, bupati di empat kabupaten, yaitu H A Madjid Mu’az (Bupati Tebo) dan H Abdullah Hich (Bupati Tanjabtim) yang hanya meraih 384.012 suara atau 25,69 persen. Bupati Bungo, H Zulfikar Achmad dan Ir H Ami Taher meraih 297.363 suara atau 19,89 persen dan di posisi keempat pasangan H Safrial (Bupati Tanjabtim) dan Agus Setyonegoro meraih 206.646 suara atau 13,82 persen suara. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2010 ini sebanyak 2.231.632 orang, yang menggunakan hak pilihnya sejumlah 1.537. 303 orang. Jumlah suara sah sejumlah 1.495.051, sedangkan suara tidak sah mencapai 42.252.
Jadilah, pasangan HBA dan Fachrori kini Gubernur Jambi menggantikan ZN yang duduk di singasana selama dua periode (1999-2004 dan 2005-2010). Perjalanan HBA, lelaki kelahiran Sungai Abang, 31 Desember 1953 menuju kursi BH 1 itu cukup panjang. Saat menjabat sebagai Sekda Kota Jambi, di masa Walikota Jambi, H Arifien Manap, dia sempat dilirik untuk menjadi calon Wakil Gubernur Jambi disandingkan dengan ZN. Namun negosiasi politik membuatnya tersingkir. Partai Golkar yang ketika itu sudah “mengelus-elusnya” namun memilih kursi itu diberikan kepada Anthony Zeidra Abidin (AZA), yang notabene kader Golkar sendiri. AZA hanya bertahan sesaat, karena selanjutnya, mantan Anggota DPR-RI itu harus mendekam di hotel prodeo akibat terlibat kasus BLBI.
“Tersingkir” dari pencalonan itu, tidak membuat alumni APDN Jambi Tahun 1980 ini patah arang, karena pilihannya menjadi calon Bupati Sarolangun, justru mengantarkannya menang mutlak di kabupaten pemekaran itu. Dia terpilih menjadi Bupati Sarolangun periode 2006-2011 menggantikan bupati lama, H Madel.
Sebagai seorang birokrat, proses penjenjangan karir. Alumni APDN, Sarjana ekonomi lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1988 dan mengantongi ijazah S2 dari LPMI Jakarta tahun 2000, ini jelas. Memulai karir PNSnya tahun 1975 di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Jenjang karir terbawah di pemerintahan daerah, yaitu menjadi Sekwilcam Muara Bulian Kabupaten Batanghari dijabatnya tahun 1988. Selanjutnya tiga kali menjadi Camat di Kabupaten Batanghari, pernah menjadi asisten I Sekda Batanghari, Sekda Kota Jambi, Bupati Sarolangun dan kini Gubernur Jambi. Proses perjalanan karir yang meniti dari bawah, diyakini menjadi modal besar bagi HBA memimpin Jambi yang selama sepuluh tahun terakhir ini dipimpin oleh pengusaha. HBA juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Kepegawaian Pemprov Jambi, yang membuat dirinya tahu proses karir PNS dan dapat memilih pejabat sesuai kualifikasi, berdasarkan kepangkatan atau eselonisasi, The right man in the right place dan bukan asal tunjuk karena nepotisme apalagi kolusi.

Cucian Piring
Hanya saja, tugas putera dari H Agus dan Hj Mo’ah memimpin Jambi tidaklah mudah. Setumpuk masalah sudah menunggunya. Sebut saja, masalah-masalah konflik lahan antara petani dan perusahaan perkebunan yang bakal meledak, karena tak tuntas diselesaikan. Atau program-program pembangunan sepuluh tahun terakhir yang tak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan rakyat yang menjadi sorotan serius berbagai pihak. Program patin Jambi, yang menghabiskan miliaran duit rakyat tanpa akhir yang jelas, program replanting karet yang jauh dari target. Jembatan Batanghari II, yang proses pembangunnya menuai tanda tanya, atau Pelabuhan Muarasabak, yang gagal. “Piring” yang harus dicuci oleh HBA juga banyak. Sebut saja, pembangunan Sang Ratu di samping Hotel Tepian Ratu yang memakan tanah pemprov Jambi, hibah Pasar Angso Duo yang tertunda dan memicu “panasnya” hubungan Pemprov dan Pemkot Jambi, atau masalah WTC yang setiap waktu siap meledak. Bila dirunut daftar itu semakin panjang, jika dipertanyakan kelanjutan pembangunan PLTA Merangin di Kerinci, Jambi Agro Industri Park (JAIP), keberadaan PT JII, Jambi International Trade Center (JITC), Jambi Shipping Line, pembangunan gudang Cold Storage di Limbur Merangin, pabrik Fillet ikan patin di Muarojambi yang sudah diletakkan batu pertama, hingga kini tak berwujud serta program lainnya yang memakan dana-dana rakyat namun tak jelas juntrungannya.
Untuk diketahui jumlah penduduk miskin menurut data BPS Provinsi Jambi hingga Maret 2010 masih terdapat sebanyak 241.690 jiwa tersebar di seluruh Provinsi Jambi. Sebanyak 130.000 jiwa diantaranya terdapat di daerah pedesaan. Selain itu angka pengangguran juga cukup tinggi, yaitu mencapai 64.000 orang. Kualitas SDM Jambi juga masih memprihatinkan. Berdasarkan hasil Survey Ekonomi Nasional tahun 2007, dari jumlah penduduk Jambi sebanyak 2,8 juta jiwa masih terdapat 123.600 orang penduduk yang belum pernah sekolah. Lebih parah lagi, baru 174.700 orang saja yang menamatkan SD. Itu adalah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh gubernur Jambi yang baru ini.
Tentunya rakyat memiliki alasan sendiri memilih HBA-Fachrori. Tentunya mereka ingin perubahan besar dan menyeluruh di negeri ini, perubahan pemimpin yang diharapkan juga bisa ikut merubah nasib mereka. Agar anggapan yang selama ini melekat, “Siapapun pemimpin, nasib kita tetap saja begini” bisa diubah. Visi dan misi pasangan nomor dua dalam Pemilukada Jambi itu yang mengusung program ekonomi kerakyatan, pembenahan infrastruktur jalan dan jembatan, pendidikan, kesehatan dan diharapkan memang bisa mewujudkan tekad menjadikan Jambi Emas. Tidak semata menjadi janji diatas kertas.
Namun, HBA tidak bisa hanya berjalan memimpin Jambi, dia harus berlari. Start, sejak awal dilantik hingga di akhir masa jabatannya, tahun 2015 nanti. Meski HBA dan Fachrori hanyalah manusia biasa, namun keberanian menerima tantangan dan kepercayaan ribuan rakyat tentunya memiliki konsekwensi yang sudah diperhitungkan. Suara rakyat adalah suara Tuhan dan hubungan antara pemimpin dan rakyat adalah hubungan yang saling memberi pengaruh satu sama lain. HBA harus memberikan arti bagi rakyat, dan, rakyat juga mempunyai tanggung jawab, atas pilihannya. Kepada Media Jambi, HBA mengatakan bahwa menjadi gubernur adalah amanah dan beban yang tidak ringan. “Menjadi gubernur, bukan untuk gagah-gagahan, ini amanah yang harus saya pikul. Namun, bersama seluruh komponen masyarakat dan staf, saya bekerja dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Rakyat sudah mempercayai HBA-Fachrori sebagai pemimpin. Dan, mengulang kalimat HBA saat debat calon Gubernur di televisi, beberapa waktu lalu, “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung-jawabannya” tentunya, itu bukan sekedar kalimat klise. Apa yang dikatakannya, disaksikan, dicatat tidak hanya oleh jutaan mata, namun juga disaksikan oleh Allah SWT.
Tanggung jawab yang dipikulnya tidaklah ringan, namun juga tidak akan menjadi berat, apabila HBA membekali diri dengan rasa tanggungjawab, dan keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian menolak KKN di segala bidang. Semoga!!!
(Fitriani Ulinda)

Ny Hj Yusniana


Wanita Harus Bisa Diandalkan
DIBALIK suksesnya Hasan Basri Agus (HBA) menjadi Gubernur Jambi periode 2010-2015 ada tangan seorang wanita yang mendukungnya. Dialah, Ny Hj Yusniana Binti HM Zaini Hamid yang tak pernah lelah mendampingi sang suami, siang dan malam hari, saat suka maupun duka. Selain aktif turun ke lapangan, dia juga selalu menyediakan hidangan di meja makan keluarga di kediamannya, yang bisa dinikmati setiap tamu yang datang.
Ayuk Yus-demikian dia biasa dipanggil, mengaku tidak pernah terpikir, bakal menjadi isteri orang nomor satu di negeri Jambi ini. “Dak pernah terpikir. Kami bukan keturunan darah biru, uang juga dak do, pas-pasan bae, tapi semua sudah diatur oleh Allah SWT,” ujarnya ketika berbincang-bincang dengan Media Jambi di kediamannya, di Lorong Hj Ibrahim, Senin pekan lalu.
Keputusan sang suami maju dalam suksesi itu juga tak disangkanya. Karena menjadi bupati di Sarolangun saja sudah merupakan sebuah prestasi yang besar. Diakuinya, sudah banyak tokoh masyarakat, tokoh ulama yang datang meminta agar HBA maju sebagai calon gubernur Jambi. “Pulang umroh, baru abang menyatakan siap untuk maju,” kenangnya. Sejak itulah, mereka giat melakukan sosialisasi. Kenangan turun ke tengah masyarakat itu dimatanya, sangat indah, dan sulit untuk diulang kembali. “Kami tidak pernah merasa letih, walau berjam-jam di perjalanan. Kami anggap saja jalan-jalan, kalau capek berhenti dan makan,” kenangnya. Apalagi bisa bertemu dengan masyarakat, dan melihat langsung persoalan rakyat. Dan selama perjalanan ke desa-desa terpencil sekalipun, dia selalu membawa bekal makanan kesukaan HBA, teri balado dan telur dadar.
Berbincang dengan ibu dari Ervin Afriayanti dan Diah Agusrin ini cukup menyenangkan. Blak-blakan namun ramah, begitulah sikapnya. “Kalau orang belum kenal dengan saya selalu bilang saya sombong. Tapi kalau sudah kenal, biasanya langsung dekat. Maklum saya ini orangnya, kalau ngomong apa adanya saja,” tegasnya. Dia mengatakan siap mendampingi sang suami bertugas, dan meski sebagai Ketua TP PKK nantinya tugasnya tidak ringan, namun dia siap mengemban amanah itu. “Dengan pengalaman waktu di Sarolangun, sistem kerja yang benar, kebersamaan, kekompakan, semua pasti bisa berjalan baik,” tandasnya. Dia juga memiliki kiat dalam mengurus organisasi dan rumah tangga, yaitu adanya saling pengertian dan kasih sayang. Dan sebagai isteri, Yuk Yus, menegaskan akan tetap me-nomor satukan keluarga. “Segala urusan keluarga, terutama menye-diakan keperluan suami menjadi tugas utama saya,” tandasnya.
Satu hal yang selalu ditekankan kepada kaum wanita, adalah untuk tidak selalu mengandalkan suami. “Para wanita harus aktif, dan tidak tergantung kepada suami. Mereka harus bisa diandalkan mengurus rumah tangga, dan bila perlu juga ikut menambah pendapatan keluarga,” ujarnya. Menurutnya, banyak usaha kerajinan yang bisa dikembangkan di daerah ini, dan menjadi rencana kerjanya.(gatot priadi)

M Taufik RH, SE


Tidak Ada Anak Tiri Anak Kandung

MENGHADAPI insan pers adalah menu sehari-hari Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jambi ini. Baik itu wartawan di lapangan hingga pimpinan redaksi. Suatu hal yang selama ini tak pernah dilakoninya. Betapa tidak, selama hampir 20 tahun karirnya sebagai PNS dilaluinya bersama aset-aset pemda saja.
Sebelum menjabat Karo Humas, Taufik RH SE, bertugas di Biro Perlengkapan atau tepatnya menjabat sebagai Kabag Pemeliharaan Aset Setda Provinsi Jambi. Namun Pria kelahiran Kuala Tungkal 14 Juli 1955 tidak membeda-bedakan media lokal dan luar Jambi. Bagi suami dari Fatimah Hasan Aibani (40) ini, semua sama. Apalagi, pemerintah berkepentingan membangun komunikasi terhadap semua media agar informasi mengenai arah kebijakan dan pencapaian pembangunan sampai langsung kemasyarakat. Ayah dari Nadratifani RH (24) dan Risky Ananda (14) berusaha menjalin hubungan baik dengan insan pers yang menjadi tanggung jawabnya.
Bagi alumni STIE tahun 2004 itu, Informasi-informasi terkait kebijakan gubernur dan pencapaian kerja pemerintah perlu disampaikan ke masyarakat agar tak menjadi bias. Pria yang mengaku hobi nge-brik itu menyadari betul keberadaan media sangatlah membantu meringankan kerja pemerintah dalam menyampaikan informasi ke masyarakat. Berikut petikan wawancara singkat Media Jambi dengan Taufik RH, SE di ruang kerjanya, Selasa (27/7) siang.
Apa tantangan yang anda hadapi selama ini?
Tantangan yang berat rasanya tidak ada. Selama saling berkordinasi dan bekerja professional rasanya tak ada yang berat. Awalnya saja cukup bingung, karena selama 20-an tahun mengurusi asset tiba-tiba harus berhubungan dengan wartawan. Tentu punya tantangan yang berbeda.
Tiga bulan awal saya pelajari. Ada pengalaman menarik disana. Banyak wartawan berdatangan ke saya. Kalau wartawan jelas tak masalah. Mereka datang untuk tugas liputan. Kapan pun mereka butuh saya siap melayani. Bahkan lewat telpon pun saya ladeni.
Banyak Kepala SKPD yang sulit dimintai Informasi atau Konfirmasi, bagaimana anda menyikapnya
Saya sering mendapatkan keluhan wartawan yang kesulitan mengkonfirmasi berita ke SKPD terkait. Namun jangan disalahartikan. Para pejabat terkadang trauma dengan sikap media yang suka memplintir berita. Apa yang disampaikan tak sesuai dengan yang diberitakan. Disinilah peran humas dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat lewat media dan menjembatani ke instansi terkait. Namun saya juga berharap SKPD mau terbuka terhadap insan pers dan sampaikan saja informasi yang terkait bidang tugasnya masing-masing. Tidak perlu takut.
Apa tanggapan anda terhadap keberadaan media lokal?
Saya sangat bangga dan senang lahirnya media media lokal. Apalagi mereka memiliki kualitas dan wawasan. Ini memberi efek positif terhadap kinerja pemerintah. Dan sejak awal gubernur mengintruksikan kepada Humas untuk melakukan pembinaan terhadap media lokal. Mengapa demikian, banyak aspek. Kalau Pers bisa hidup maka banyak pula yang hidup. Semakin hidup perusahaan surat kabar lokal, tentunya membuka peluang kerja bagi masyarakat dan mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerjanya. Aspek politisnya, mereka ikut berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
Maka dari itu, saya tidak pernah menganak-tirikan media lokal dan media nasional. Bagi saya, peran media sangat membantu pemerintah menyampaikan informasi terkait kebijakan dan arah pembangunan. Bila dianak-tirikan maka akan pincang. Pembinaan kami lakukan sekaligus untuk penertiban wartawan yang yang tidak jelas medianya. Dengan mendorong mereka agar terus menulis dan berkarya.
Apakah anda pernah dimarahi gubernur terkait berita yang menyudutkan pemerintah?
Mungkin ada hal-hal yang keliru mesti kita luruskan terkait pemberitaan. Berita kadang tak berimbang dan menyudutkan. Tentunya saya tidak setuju bila hal itu terjadi. Bagi saya, mengkritis pemerintah sah-sah saja asalkan objektif dan berimbang. Dalam hal ini Humas mesti pro aktif. Meskipun demikian, saya tidak pernah dimarahi gubernur soal itu. Bahkan saya tidak pernah diintruksikan untuk mengendalikan media agar menyampaikan berita yang baik-baik saja. Bahkan kami pun tak memprotes atau menggunakan hak jawab. Kami hanya menyampaikan informasi apa adanya kemasyarakat. Biar masyarakat yang menilai.  
Apa progam 100 hari Humas dibawah kepemimpinan HBA – Fachrori?
Yang pasti kami mengikuti gaya dan keinginan kepala daerah. Ada perubahan tapi tidak terlalu mendasar dalam mengekspose kegiatan kepala daerah. Dan ini kita sesuaikan dengan kondisi keuangan dearah. Disisi lain, Humas harus mampu mengikuti tiap kegiatan kepala daerah dan mempublikasikannya ke masyarakat. (gtt)

Selasa, 27 Juli 2010

Sewindu Usia Kami ...


DULU, delapan tahun yang lalu, tepatnya 29 Juli 2002 Koran Media Jambi untuk pertama kalinya hadir di hadapan pembaca. Dengan head lines berjudul, Beras Impor Membanjiri Jambi, respon positif, negatif, pujian, juga ejekan bahkan nada-nada spekulatif kami terima. “Setahun bertahan juga bagus,” begitu seorang teman menyampaikan prediksinya tentang koran ini. Bagi saya, prediksi sobat saya itu, merupakan sebuah tantangan, karena saya yakin, dia tidak bermaksud mengejek, namun prediksinya berdasarkan kondisi riel persuratkabaran Jambi saat itu. Banyak koran mingguan yang hadir, lalu mati suri. Banyak juga yang dibuka, untuk kemudian, tenggelam atau hadir pada momen tertentu, seperti hari ulang tahun daerah atau suksesi kepala daerah.
Lalu, setahun kemudian, saya bertemu dengan teman saya itu dan saya katakan, koran Media Jambi, sudah berumur satu tahun dan selama satu tahun itu, rutin terbit setiap hari Senin tanpa berhenti. Dia melongo, dan tak menyangka kalau kata-katanya begitu berkesan di hati saya. “Ha, saya hanya main-main saja waktu itu, “ katanya mencoba berkelit. Begitu terus, setiap tahun, sampai dia dan saya bosan sendiri.
Tapi saya tegaskan kepada teman saya itu, bahwa kata-katanya itulah yang mendorong kami bertahan membangun koran ini, disamping memang keinginan kami untuk maju. Kata-katanya telah menjadi tantangan buat kami kami ingin membuktikan bahwa bila dikelola dengan baik, berbekal pengalaman jurnalistik yang cukup, manajemen yang jelas, dengan niat dan tujuan yang benar, doa yang tak pernah putus kepada Allah SWT, dengan profesionalisme, dengan kejujuran serta kesungguhan hati, kebersamaan, dan berdiri diatas kaidah jurnalistik yang benar, maka koran ini akan bisa bertahan.
Dan, kini delapan tahun sudah Media Jambi hadir dengan edisi penerbitan yang sudah mencapai angka 396 kali terbit. Selama delapan tahun itu kami berusaha keras untuk tetap rutin hadir, kecuali libur lebaran atau masalah teknis. Kami berharap, koran ini bisa tetap eksis, bahkan bisa berkembang lebih baik lagi, memberikan arti yang positif bagi negeri tercinta Jambi.
Saat ini kami baru melengkapi diri di dunia maya dengan blog di koranmediajambi.blogspot.com dan kami berharap kedepan bisa memiliki situs sendiri. Berbagai rencana kedepan tengah kami jajaki, dan kami mohon doa serta dukungan para pembaca sekalian. Kami berusaha untuk terus belajar dan memperbaiki kualitas koran ini. Kami sangat berterimakasih kepada berbagai pihak yang telah ikut mendirikan dan membesarkan Media Jambi, dan kami juga meminta maaf apabila selama ini ada hal-hal yang tidak berkenan di hati pembaca dan pelanggan setia kami. Terima Kasih…. (Fitriani Ulinda, Pemred Media Jambi)

Sewindu Koran Media Jambi

Pelanggan Setia Bicara

TANGGAL 29 Juli 2010 ini, Koran Media Jambi genap berusia 8 (delapan) tahun atau genap sewindu. Suatu perjalanan cukup panjang bagi sebuah koran lokal yang notabene bermodal minim. Hanya karena Allah Swt dan dukungan moral serta material yang luar biasa dari para pembaca dan relasilah, membuat kami bisa bertahan hingga kini. Lalu, mengapa mereka begitu setia “mengawal” kami selama bertahun-tahun tahun. Berikut komentar sebagian dari mereka.

Drs H Hasan Basri Agus, MM


“Harus Tetap Kritis”

DIALAH satu-satunya kepala daerah yang mau datang ke kantor koran kecil ini. Pasca dilantik menjadi Bupati Sarolangun tanggal 31 Juli 2006, tak lama, tepatnya, tanggal 23 Agustus, bang Hasan berkunjung ke kantor Media Jambi, di Jalan Otista Jambi. Sejak menjabat Sekda Kota Jambi hingga kini, Gubernur Jambi terpilih periode 2010-2015 lewat Pemilu Kada 19 Juni lalu, selalu mensuport kami.
Menurutnya, informasi yang disajikan Media Jambi lebih mendalam ketimbang koran harian karena memiliki jeda waktu untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya. HBA mengaku selalu berusaha menyempatkan diri membaca koran ini, untuk lebih memahami persoalan rakyat. Sebagai Koran mingguan Media Jambi jangan patah semangat ditengah menjamurnya koran-koran harian di Provinsi Jambi. Sebab ada informasi yang tidak di dapat di koran harian ada di koran mingguan. Ambil contoh Majalah Tempo terbitnya juga seminggu sekali, namun pembaca tetap mencari, begitu juga halnya dengan Media Jambi. Saya berharap Media Jambi tetap kritis dan jeli melihat kinerja pemerintah. Sehingga apapun yang dikerjakan oleh pemerintah dapat diinformasikan kepada rakyat. Apalagi dengan telah berlakunya Undang-Undang 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).(mas)

Syarahsadin


Perkuat Berita Pertanian

PEJABAT daerah yang setia membaca Media Jambi, Kepala Bappeda Sarolangun inilah salah satunya. Hampir tujuh tahun lamanya, dia tidak pernah berhenti berlangganan Media Jambi, dan menjadikan media ini, sumber informasi. Dia mengaku salut dengan koran Media Jambi, karena sejak lahirnya hingga kini tetap eksis. Meskipun mingguan, informasi yang disajikan tak kalah menarik, memberi warna serta mempunyai visi yang jelas. Bagi saya, koran yang baik itu tentunya mempunyai visi yang jelas dan koran ini condong ke berita ekonomi, pertanian yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Harapan saya, koran Media Jambi menjadi harian dan tetap mempertahankan visinya, menjadi koran yang khusus bicara soal Pertanian. Tapi, Media Jambi jangan ikut-ikutan bicara politik seperti media lain. Itu tidak ada bedanya dengan koran lain. Jikalau pun harus, angkatlah politik pertanian karena itu sangat dibutuhkan masyarakat saat ini. Itu baru bisa mewarnai.(gtt)

Radesman Saragih


“Harus Lebih Berani”

WARTAWAN Suara Pembaharuan Jambi ini, termasuk pembaca dan pengkritik setia Koran Mingguan Media Jambi. Sejak edisi pertama terbit hingga saat ini, dia selalu mengikuti berita-berita maupun mengkritisi isi koran. Katanya, dari segi isi dan penyajian cukup bagus, informasi untuk kepentingan rakyat luas. Seperti ada halaman ekonomi, usaha dan bisnis dan lain-lain. Diakui isi terkadang terlalu pedas sehingga bisa membuat telingga panas. Namun dibalik itu semua ada solusi yang diberikan. Jadi kritikannya yang disajikan sifatnya untuk kepentingan rakyat banyak. Sebagai pembaca setia, Media Jambi sudah harus memiliki keberanian untuk berpromosi. Sehingga dapat dikenal hingga kepelosok daerah dan kalau bisa harus menjadi harian, sebagai kompetitor koran lain. Memang diakui untuk mempromosikan sebuah produk itu perlu pengorbanan, namun tidak salah kalau di coba.(mas)

M Taufik RH, SE


Koran Punya Jambi

SEBAGAI Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Jambi, dia tahu benar arti dan peran sebuah koran daerah. Dia tidak alergi terhadap kritikan, hanya saja, dia menuntut adanya solusi. Dia juga cukup peduli terhadap kemajuan koran lokal di daerah, lewat kebijakan-kebijakannya. Di matanya, Media Jambi merupakan surat kabar terbitan lokal yang dimiliki putra daerah. Boleh dikatakan koran punya daerah Jambi. Dalam penyajian informasi yang diterbitkan, koran mingguan ini memiliki wawasan dan sifatnya membangun. Hal ini positif untuk pembangunan daerah. Lagipula, dalam penulisan, berita-berita yang diterbitkan Media Jambi, betul – betul akurat Ada dua harapan saya terhadap koran Media Jambi. Pertama, menjadi koran harian kemudian meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan wawasan wartawannya. Mengapa demikian, pesatnya laju pertumbuhan pembangunan daerah membutuhkan wartawan yang berkualitas dan berwawasan luas dalam menyajikan informasi kepada masyarakat.(gtt)