Selasa, 17 Agustus 2010

Bukhori, S.Ag


Tenang Dalam Naungan Al-Qur’an

LANTUNAN kalam Ilahi mengalir lancar dari bibirnya. Ayat demi ayat dibacakan Bukhori S.Ag (32) saat mengimami sholat Tarawih berjamaah di Masjid Agung Al-Falah Jambi, Sabtu (14/8) malam. Tidak terasa, satu juz dibaca habis dalam 20 rakaat Tarawih di Masjid Seribu Tiang itu.
Usai memimpin sekitar 600 jamaah, Media Jambi berkesempatan berbincang-bincang dengan pria muda berkulit putih ini. Mengenakan baju muslim coklat muda bergaris-garis putih, Bukhori adalah satu dari tiga imam tetap sholat tarawih. Imam lain yang memimpin sholat secara bergiliran di Masjid Agung yaitu Ustad Abdul Qudus SH dan Ustad Mulyadi S.Pdi.
Tenang, pendiam dan tidak banyak bicara. Seperti itulah kira-kira sikap dan pembawaan Bukhori. Mengawali bincang-bincang, dia mengaku ada ketenangan tersendiri jika diberi rahmat Allah Swt sebagai pengawal dan penghafal Al-qur’an. “Janji Allah, siapa yang menjaga ayat-ayatnya akan diberi ketenangan hidup dan jiwa yang tenang,” ujarnya tersenyum.
Pria kelahiran Mudung Laut, Seberang Kota Jambi 15 Juni 1978 ini telah hafal Al-qur’an sejak berusia 19 tahun. Waktu itu, dia masih duduk di Semester I Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Kemampuannya menghafal 6.666 ayat yang terangkum dalam 114 surat, tentu tidak menyulitkannya memimpin sholat tarawih yang mengharuskan membaca satu juz setiap malam.
Walaupun untuk itu, dia tetap harus belajar dan terus mengulang bacaan. Namun kesungguhan menghafal dan mengulang ingatan akan ayat-ayat Allah inilah, yang kemudan membuat dia semakin merasa dekat dengan Allah. Merasakan ketenangan dalam nauangan Al-qur’an.
Sehari-hari, pria yang pernah mondok enam tahun di Ponpes Darul Rahman Jakarta ini menjalankan aktivitas sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah Sengeti. Mengajar mata pelajaran Muatan Lokal, dia mengaku menerapkan sistem hafalan juz amma pada tiap muridnya. Tidak hanya didasarkan kemampuannya menghafal Al-qur’an, niat ini semata-mata keinginan membuat tiap siswa, siap menjadi imam ditempatnya masing-masing.
“Sekarang jangankan mencari yang hafal Al-qur’an, yang hafal juz amma secara lengkap saja sulit. Kami berkeinginan, akan lahir imam-imam baru pengganti generasi yang telah tua dan berguna ditengah masyarakat,” urai suami Fadilah, yang berprofesi sebagai guru di sekolah yang sama.
Tidah hanya keinginan menularkan kemampuan, diterapkannya hafalan juz amma pada murid-muridnya dilakukan mengingat terpaan arus informasi, teknologi dan modernisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Ayah dari Inas Abidah (2) ini mengungkapkan sebentuk rasa prihatin melihat lemahnya keinginan beribadah dan menyiarkan agama Islam beberapa waktu terakhir. “Bahkan di madrasah sekalipun masih kurang mengakomodir kemampuan baca Al-qur’an. Bahkan sekarang, menjadi hal yang langka melihat anak-anak mengaji di rumah. Yang banyak, justru warnet, tempat permainan dan sebagainya yang bertebaran di tiap sudut,” keluh anak keempat dari lima bersaudara ini.
Maka tidak heran, dia mengaku memiliki tanggung jawab moral memberi kesadaran penuh pada generasi muda. Yang mulai tergerus arus informasi hingga mengikis nilai-nilai agama dari tiap diri generasi muda.
Selain bertugas mengimami sholat tarawih di Masjid Agung, Bukhori juga dipercaya menjadi juri di berbagai event Musabaqoh Tilawatil Qur’an. Sebut saja, juri Tafsir Qur’an pada MTQ Tingkat Provinsi di Kabupaten Bungo tahun 2009 dan di Kualatungkal tahun 2010 lalu.
Bukhori berharap, hendaknya para orang tua, guru dan anak-anak mampu menjadikan Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman, panutan dan petunjuk dalam hidup. Setelah itu, memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan sampai, Al-qur’an hanya menjadi pajangan dirumah. Sekadar penanda, bahwa disitu ada orang Islam,” pesan ustad muda ini.(jun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar