Senin, 30 Agustus 2010

Ir Ahmad Fauzi Ansori, MTP


Itu Program, Bukan Bagi-bagi Uang

ENERGIK, berapi-api dan penuh percaya diri. Sikap itulah yang senantiasa ditunjukan pria bernama lengkap Ir Ahmad Fauzi Ansori, MTP ini. Meskipun demikian, dia mengakui, bahwa dirinya juga manusia biasa dan mahluk yang jauh dari kata sempurna. Untuk itu, ia senantiasa berdoa dan bekerja keras semaksimal mungkin dengan harapan mendapatkan hasil yang terbaik.
Pengabdiannya dimasa pemerintahan Zulkifli Nurdin dan pencapaian kerjanya hingga kini masih mendapat apresiasi yang baik. Tak heran, pria kelahiran Bandar Lampung, 29 maret 1966 itu masih dipercaya Gubernur Hasan Basri Agus mengepalai Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jambi.
Kini ayah dari Putri Pratiwi Fauzie, Tata Fauzie, Aldy Ramadhan itu dituntut ekstra kerja keras. Program satu kecamatan satu milyar butuh dijabarkan segera kedalam kebijakan agar di tahun 2011 mendatang, rakyat sudah bisa menikmati janji politk HBA itu.
Tentunya, tugas itu tak mudah bagi suami dari Zusmaini Fauzi. Namun, HBA sangat ingin stafnya bergerak cepat demi terwujudnya ekonomi maju, adil dan sejahtera. Seperti apa program satu milyar satu kecamatan itu yang saat ini menjadi andalan. Berikut petikan wawancara Media Jambi dengan Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Ir. Ahmad Fauzi Ansori, MTP, Minggu (22/8).

Apa sebenarnya program 1 kecamatan 1 milyar itu
Suatu program yang dicanangkan gubernur untuk mendorong terciptanya perubahan. Adanya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan banyak lagi. Itu kan yang diinginkan masyarakat Jambi.
Satu milyar itu jangan diartikan bagi-bagi uang. Tapi maksudnya, untuk tiap kecamatan diminta mengajukan usulan terkait apa yang dibutuhkan masyarakatnya. Entah itu, program peningkatan infrastruktur wilayah dan energi. Pendidikan dan kesehatan serta sosial budaya. Pengembangan ekonomi rakyat, investasi dan kepariwisataan. Ketahanan pangan dan sumber daya manusia. Terakhir penataan tata pemerintahan yang baik. Intinya disesuaikan dengan kebutuhan daerah itu.

Bagaimana alur dan seperti apa program yang akan dibiayai
Proses usulan dari masing-masing kecamatan telah kita mintakan. Terakhir Senin (23/8) nanti usulan itu harus masuk. Mereka harus menyampaikan pengajuan program dengan melampirkan secara detail kondisi wilayahnya. Diantaranya, menyampaikan data lokasi (kordinat) data luas wilayah, luas areal tanam, luas rawa, data jumlah penduduk, jumlah keluarga pra sejahtera (by name by address) dan jumlah tenaga kerja.
Kemudian, juga menyampaikan data panjang dari kondisi jalan lingkungan, jalan kabupaten /kota, jalan provinsi, jalan produksi, jalan non status dan kondisi irigasi dimasing-masing kecamatan. Selain itu, usulan program / kegiatan kecamatan yang diusulkan maksimal satu milyar. Selain itu, Bappeda kabupaten / kota, juga diminta menyampaikan program kerja daerahnya.
Kesemua itu akan dipelajari dan masing-masing program akan diplot ke masing-masing SKPD terkait termasuk juga dananya. Dana itu nantinya dalam bentuk Specific Grand. Program yang tidak masuk dalam usulan di Musrembang, akan dijadikan prioritas bagi program ini.

Sudah Dibicarakan dengan dewan ?
Untuk memantapkan hal ini, dalam waktu dekat, kita akan berkordinasi dengan anggota dewan yang merupakan para wakil rakyat. Insya’allah, Gubernur dijadwalkan bertemu DPRD Provinsi Jambi pada Oktober mendatang guna membahas itu.

Apa anda optimis ini bisa terwujud
Kenapa tidak. Saya yakin ini bisa. Sebagai manusia tentunya saya banyak kekurangan. Namun dengan dukungan semua pihak, saya yakin ini bisa berjalan baik. (gtt)

Dr HM Nurung Lc, MAg


Perbaiki Kapasitas Da’i dan Masyarakat

SEMUA orang bertanggungjawab terhadap diri sendiri dan disekitarnya. Setiap orang dapat pula menjadi da’i, dengan mengajak orang lain pada sesuatu yang baik atau lebih baik. Seperti itulah pernyataan yang disampaikan Dr HM Nurung Lc, M.Ag, ketua Pengurus Wilayah Ikatan Da’I Seluruh Indonesia (Ikadi) Provinsi Jambi menjawab Media Jambi, Senin (23/8) lalu.
Saat ditemui di ruang Pasca Sarjana IAIN STS Jambi, Ustad Nurung—demikian dia disapa rekan-ekannya tampak sudah mempersiapkan sejumlah materi yang akan dibahas bersama Media Jambi. Terkait aktivitasnya “mengawal” proses pemahaman beragama serta meningkatkan kapasitas da’i dan masyarakat.
Alumni Al-Azhar Kairo Mesir, IAIN Jakarta dan UIN Jakarta ini berpendapat, banyak hal harus segera dilakukan. Mengingat derasnya arus informasi yang sewaktu-waktu dapat menggerus akhlak dan moral masyarakat. Terutama generasi muda. Tantangan yang dihadapinyapun tidak sedikit. Mulai dari terbatasnya jumlah da’i hingga kesibukan yang harus dilakoninya sehari-hari.
Seperti apa Ustad Nurung menjalani hari-demi hari ?. Dan seberapa prihatinkah ketua prodi Pemikiran Agama dan Filsafat Islam Pasca Sarjana IAIN Jambi melihat fenomena kehidupan beragama khususnya di Provinsi Jambi. Berikut petikan bincang-bincang Media Jambi dengan suami dari Syarifah Masnaini Nur, S.Pdi ini :

Apa aktivitas nyata Ikadi Jambi ketengah masyarakat ?
Kita melakukan pelatihan bagi para da’i se Provinsi Jambi. Meningkatkan kapasitasnya agar mampu terjun ketengah masyarakat di semua level. Termasuk mengirim da’i ke daerah-daerah minus. Seperti ke Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Muarojambi.

Maksud daerah Minus ?
Maksudnya, daerah yang memiliki jumlah penduduk muslim cukup besar, namun hanya sedikit sekali orang yang mau mengajak orang lain kearah yang lebih baik. Atau, minim sekali dilakukan aktivitas ceramah dan pengajian di daerah itu. Turunnya da’i Ikadi sebagai bentuk tanggung jawab kita pada sesama saudara muslim. Seperti yang pernah dilakukan, mengirim Da’i ke pemukiman Suku Anak Dalam di Muarojambi.

Siapa saja yang disebut da’i ?
Adalah orang yang mengajak orang lain untuk berubah menjadi baik atau lebih baik. Da’i tidak identik dengan penceramah, dan tidak harus bisa ceramah. Jadi penceramah hanyalah bagian dari Da’i itu sendiri. siapa saja bisa menjadi da’i. Bahkan kepada teman, satu orang ke orang lain. Ada pesan dakwah yang disampaikan sudah disebut sebagai da’i. hanya saja, untuk memiliki kapasitas harus melalui melaui pelatihan untuk mengasah kemampuan.

Khusus di bulan Ramadhan, apa aktivitas yang dilakukan Ikadi ?
Kita melakukan Kajian Dhuha Ahad. Mengkaji ilmu agama setiap hari minggu. Membahas berbagai topik berbeda. Minggu pertama tema kontemporer. Yaitu hal-hal yang terjadi kekinian. Minggu kedua kajian fiqh, ketiga tafsir dan minggu keempat kajian keluarga. Kedua, melakukan I’tikaf bersama pada 10 hari terakhir ramadhan. Biasanya dilakukan pada malam hari karena sebagian peserta I’tikaf harus bekerja di siang hari. Peserta sebagian berasal dari mahasiswa dan kalangan umum. Lalu ada pula pelatihan khatib secara khusus dan seminar berbagai pokok permasalahan kekinian.

Bagaimana Anda melihat perbedaan yang terjadi dikalangan umat saat ini ?
Perbedaan pendapat justru menjadi khazanah (kekayaan) tersendiri bagi umat ini. Misi utama Ikadi, meminimalisir pertentangan dan menjadikan Islam Rahmatan lil’alamin. Tidak seperti yang digambarkan saat ini. Islam identik dengan terorisme. Pemahaman ini harus diperjelas dengan memberi pengertian pada generasi muda dan kaum muslimin pada umumnya.

Bagaimana Anda melihat kondisi kehidupan beragama saat ini, khususnya di Provinsi Jambi ?
Ada tiga hal yang harus dicermati. Pertama, perlu terus ditingkatkan kemampuan pemahaman agama, meningkatkan disisi pengamalan dan meminimalisir pertentangan. Karena perbedaan pendapat tidak akan menjadi masalah selama tidak menyangkut hal-hal yang prinsip.

Bagaimana dengan porsi pendidikan agama di sekolah-sekolah ?
Terus terang, porsi yang diberikan sangat tidak memadai. Pemerintah seharusnya memberi perhatian dan turut berkepentingan didalamnya. Karena baiknya moral akan berimbas pada kekokohan pembangunan. hal ketiga, orang tua juga perlu memberi perhatian lebih terhadap pendidikan agama di rumah tangga masing-masing.. semoga (jun)

Selasa, 17 Agustus 2010

Bukhori, S.Ag


Tenang Dalam Naungan Al-Qur’an

LANTUNAN kalam Ilahi mengalir lancar dari bibirnya. Ayat demi ayat dibacakan Bukhori S.Ag (32) saat mengimami sholat Tarawih berjamaah di Masjid Agung Al-Falah Jambi, Sabtu (14/8) malam. Tidak terasa, satu juz dibaca habis dalam 20 rakaat Tarawih di Masjid Seribu Tiang itu.
Usai memimpin sekitar 600 jamaah, Media Jambi berkesempatan berbincang-bincang dengan pria muda berkulit putih ini. Mengenakan baju muslim coklat muda bergaris-garis putih, Bukhori adalah satu dari tiga imam tetap sholat tarawih. Imam lain yang memimpin sholat secara bergiliran di Masjid Agung yaitu Ustad Abdul Qudus SH dan Ustad Mulyadi S.Pdi.
Tenang, pendiam dan tidak banyak bicara. Seperti itulah kira-kira sikap dan pembawaan Bukhori. Mengawali bincang-bincang, dia mengaku ada ketenangan tersendiri jika diberi rahmat Allah Swt sebagai pengawal dan penghafal Al-qur’an. “Janji Allah, siapa yang menjaga ayat-ayatnya akan diberi ketenangan hidup dan jiwa yang tenang,” ujarnya tersenyum.
Pria kelahiran Mudung Laut, Seberang Kota Jambi 15 Juni 1978 ini telah hafal Al-qur’an sejak berusia 19 tahun. Waktu itu, dia masih duduk di Semester I Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Kemampuannya menghafal 6.666 ayat yang terangkum dalam 114 surat, tentu tidak menyulitkannya memimpin sholat tarawih yang mengharuskan membaca satu juz setiap malam.
Walaupun untuk itu, dia tetap harus belajar dan terus mengulang bacaan. Namun kesungguhan menghafal dan mengulang ingatan akan ayat-ayat Allah inilah, yang kemudan membuat dia semakin merasa dekat dengan Allah. Merasakan ketenangan dalam nauangan Al-qur’an.
Sehari-hari, pria yang pernah mondok enam tahun di Ponpes Darul Rahman Jakarta ini menjalankan aktivitas sebagai guru di Madrasah Tsanawiyah Sengeti. Mengajar mata pelajaran Muatan Lokal, dia mengaku menerapkan sistem hafalan juz amma pada tiap muridnya. Tidak hanya didasarkan kemampuannya menghafal Al-qur’an, niat ini semata-mata keinginan membuat tiap siswa, siap menjadi imam ditempatnya masing-masing.
“Sekarang jangankan mencari yang hafal Al-qur’an, yang hafal juz amma secara lengkap saja sulit. Kami berkeinginan, akan lahir imam-imam baru pengganti generasi yang telah tua dan berguna ditengah masyarakat,” urai suami Fadilah, yang berprofesi sebagai guru di sekolah yang sama.
Tidah hanya keinginan menularkan kemampuan, diterapkannya hafalan juz amma pada murid-muridnya dilakukan mengingat terpaan arus informasi, teknologi dan modernisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir.
Ayah dari Inas Abidah (2) ini mengungkapkan sebentuk rasa prihatin melihat lemahnya keinginan beribadah dan menyiarkan agama Islam beberapa waktu terakhir. “Bahkan di madrasah sekalipun masih kurang mengakomodir kemampuan baca Al-qur’an. Bahkan sekarang, menjadi hal yang langka melihat anak-anak mengaji di rumah. Yang banyak, justru warnet, tempat permainan dan sebagainya yang bertebaran di tiap sudut,” keluh anak keempat dari lima bersaudara ini.
Maka tidak heran, dia mengaku memiliki tanggung jawab moral memberi kesadaran penuh pada generasi muda. Yang mulai tergerus arus informasi hingga mengikis nilai-nilai agama dari tiap diri generasi muda.
Selain bertugas mengimami sholat tarawih di Masjid Agung, Bukhori juga dipercaya menjadi juri di berbagai event Musabaqoh Tilawatil Qur’an. Sebut saja, juri Tafsir Qur’an pada MTQ Tingkat Provinsi di Kabupaten Bungo tahun 2009 dan di Kualatungkal tahun 2010 lalu.
Bukhori berharap, hendaknya para orang tua, guru dan anak-anak mampu menjadikan Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman, panutan dan petunjuk dalam hidup. Setelah itu, memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Jangan sampai, Al-qur’an hanya menjadi pajangan dirumah. Sekadar penanda, bahwa disitu ada orang Islam,” pesan ustad muda ini.(jun)

Menanti Khatam Al-qur’an di Masjid Seribu Tiang


GEMERLAP cahaya memenuhi bagian dalam masjid Agung Al-Falah Jambi. Kerlap-kerlip lampupun menyinari ratusan jamaah yang tengah khusuk beribadah di malam bulan penuh ampunan. Sungguh merupakan pemandangan yang kontras. Cahaya putih lampu ditambah warna mukena dari jamaah wanita, sangat mencolok diantara kuning keemasan tiang masjid yang berdiri kokoh diseputaran masjid.
Malam itu, Sabtu (14/8), sekitar 300 jamaah pria berjejer dalam tiga shaf dibagian muka. Begitupun jamaah perempuan, tiga shaf dibagian belakang dipisah besi pembatas. Sementara disekitar jamaah, terlihat anak-anak, kaum wanita dan pria yang duduk bersantai. Diantaranya seperti kelelahan mengikuti sholat tarawih di masjid itu.
Ansor (38), warga Orang Kayo Hitam Kecamatan Pasar Jambi mengakui, tidak sanggup ikut terus menerus dalam sholat tarawih. “Sholatnya lama, panjang. Bayangkan, satu malam satu juz. Jadinya dua kali sholat satu kali berhenti,” ungkapnya ringan saat ditanya kenapa beristirahat disaat jamaah lain tengah sholat.
Dia datang berikut istri dan kedua putranya yang terlihat duduk disekitar Ansor. Meski masih berusia enam dan delapan tahun, dia telah membiasakan membawa kedua anaknya datang ke Masjid. “Tidak dipaksa ikut sholat. Yang penting mereka mau ke masjid saja sudah syukur,” lanjut Ansor.
Komentar senada diungkap Mardiani, istri Ansor. Menurutnya, tidak penting apakah anak sudah melaksanakan sholat dengan benar atau belum. Yang terpenting saat ini, bagaimana mereka membiasakan anak-anaknya datang ke Masjid. “Pelan-pelan baru diajarin bagaimana sholat dan bersikap didalam masjid,” ungkap wanita yang sehari-hari bekerja sebagai guru honor ini.
Ya... tidak semua jamaah yang hadir melaksanakan sholat. Banyak diantaranya yang hanya duduk-duduk bercengkerama dengan anak dan keluarga. Ditempat lain, anak –anak terlihat berlari dengan riang. Suasana malam yang terang benderang di dalam masjid mendatangkan suka cita tersendiri bagi anak-anak ini.
“Datang kesini minta tanda tangan imam bang....,” tukas Iqbal, siswa MTs Muhammadiyah yang malam itu ikut bermain bersama rekan-rekannya. Dimalam ramadhan, Masjid Agung menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat disekitarnya.
Jika dibagian dalam diramaikan dengan jamaah yang sholat tarawih, dibagian luar masjid dipenuhi kaum muda-mudi yang asyik bercengkerama. Terdapat aneka pedagang yang menjual makanan kecil dibagian parkir masjid. Kesempatan ini dimanfaatkan bagi jamaah yang tidak sholat untuk menyantap hidangan. “Kita juga harus ikut meramaikan dong, bulan puasa. Kalau dak sholat, yang penting kan ke masjid,” tukas seorang remaja putri dengan santainya menjawab alasan datang ke masjid ini.(jun)

Selasa, 10 Agustus 2010

Fachrori Umar


Lima Pertanyaan Mengantar Jadi Wagub

SEPERTI mimpi di siang bolong. Itu yang dirasakan mantan Wakil Kepala Pengadilan Tinggi Agama Manado, Fachrori Umar saat dirinya, dipilih Hasan Basri Agus (HBA) sebagai pendampingnya maju pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilu Kada) dan menang, Juni lalu. Apalagi, deretan panjang calon pendamping yang mencapai 27 orang serta memiliki nama besar. Namun jawaban singkat atas lima pertanyaan yang dilontarkan dua orang kepercayaan HBA, membuat ia terpilih.
Pria kelahiran Bebeko, 23 November 1952 itu awalnya hanya ingin membantu HBA agar menang di Pilkada. Tidak terbersit sedikit pun dibenaknya ingin mencalonkan atau menawarkan diri mendampingi mantan Bupati Sarolangun itu. Namun pertanyaan dua orang kepercayaan HBA, mengantarkan suami dari Hj. Rahima binti Ibrahim ini, dipilih mendampingi HBA. Dan, dia terus belajar, bahkan, sejak awal sudah menghabiskan dana Rp 700 ribu untuk membeli buku-buku terkait birokrasi, kinerja pegawai, mendokrak usaha, pengentasan kemiskinan, pelayanan publik, keuangan negara hingga sukses dalam memimpin.
Kini ayah dari Ria Mayang Sari (Anggota DPRD Bungo Fraksi Demokrat) dan Maima Kamila (siswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Jakarta) itu resmi menjabat Wakil Gubernur Jambi Periode 2010 – 2015. Ia berjanji membantu HBA dan loyal.
Berikut petikan wawancara Media Jambi dengan Fachrori di ruang kerja Wakil Gubernur Jambi, Kamis (5/8) siang sekitar pukul 13.07 wib.
Apa perasaan anda saat dilantik sebagai Wakil Gubernur Jambi ?
Gembira, senang dan bangga. Tak pernah terbayangkan menjadi wagub mendampingi HBA. Bahkan tidak pernah terbersit dibenak saya ingin mencalonkan atau menawarkan diri mendampingi HBA dan menang pula. Sujud syukur kepada Allah karena kami dipercaya memegang amanah ini.
Bagaimana bisa terpilih mendampingi HBA?
Begini, dulu saya diminta bantu HBA untuk memenangkannya dalam pertarungan Pilkada. Seperti tim sukses gitulah. Saat itu HBA belum punya pendamping dan saya hanya berpikir membantu beliau. Tiba-tiba saya ditelpon orang kepercayaan HBA. Saya kaget, diminta ke Jakarta dan masuk dalam bursa calon pendamping HBA. Setelah saya cek sipenelpon, ternyata benar. Lalu saya bicarakan ke isteri dan dia mendukung. Jadilah kami ke Jakarta, kalau tidak salah tanggal 21 Februari 2010.
Setibanya di Jakarta, saya diminta ke salah satu hotel. Pertemuan yang awalnya pagi ditunda, lalu siang. Namun hari itu tidak jadi. Karena mereka terlalu capek dan saya juga lantaran menunggu lama. Esok harinya barulah saya ketemu dua orang kepercayaan HBA. Disitu saya dicecar 5 pertanyaan. Karena saya tau bahwa saya bukanlah satu-satunya bakal calon pendamping, saya tidak punya beban. Apalagi saya ini calon nomor urut ke 28. Saya jawab saja apa adanya.
Apa saja pertanyaannya itu?
Pertama, mereka mengatakan APBD Provinsi Jambi kecil hanya Rp 1,9 trilyun. Bagaimana cara saya mengembangkan progam pembangunan dengan kecilnya anggaran. Lalu, apa langkah-langkah saya agar hubungan dengan HBA selama memimpin Jambi “akur” hingga akhir masa jabatan. Trus, kontribusi apa yang saya berikan untuk memenangkan HBA serta apa sikap saya bila tidak dipilih HBA sebagai pendamping. Untuk pertanyaan kelima mungkin tak perlu saya sebutkan karena itu agak politis sifatnya.
Jawaban anda?
Saya katakan bila anggaran kecil, ya kita harus berhemat. Gunakan untuk program tepat sasaran. Kemudian giatkan sumber-sumber pendapatan daerah. Jawaban pertanyaan kedua singkat saja. Bekerja sesuai tupoksi. Kan ada job description. Ingat, tugas wakil adalah membantu. Memberikan saran pendapat bila diminta atasan dan jalankan saja tugas sesuai undang-undang. Satu hal lagi, jangan sekali-kali menganggu urusan keuangan dan kepegawaian. Itu ranahnya kepala daerah. Hal itu saya terapkan dan pengalaman saya selama menjadi Wakil Ketua Pengadilan mengajarkan demikian.
Bagaimana soal kontribusi kemenangan?
Saya punya bekal saat mencalonkan diri sebagai Bupati Bungo. Disana masih banyak pendukung dan tim saya. Bahkan, bukan tidak mungkin saya bisa dibantu rekan-rekan dari pengadilan. Jumlah mereka cukup banyak. Bayangkan saja tiap daerah ada pengadilan. Dari provinsi hingga tingkat desa. Sebagai bagian keluarga besar, meskipun tidak lewat institusi, tentunya rekan-rekan saya di pengadilan mendukung saya. Mereka pun bergerak ke bawah.
Nah, kalau pertanyaan apakah saya akan tetap mendukung HBA meskipun tidak dipilih sebagai calon wakil saat itu. Tegas saya katakan, bahwa saya tetap mendukung dan memenangkan HBA sebagai Gubernur dan pasangannya. Sementara pertanyaan kelima, kenyataannya kami didukung partai-partai besar dan alhamdulillah berhasil
.(gtt)

Rabu, 04 Agustus 2010

Sang Birokrat Berlari Mengejar “Emas”


DARI Sarolangun ke Kota Jambi, perjalanan Hasan Basri Agus memimpin Provinsi Jambi, dimulai tanggal 3 Agustus 2010 ini. Empat tahun menjabat Bupati Sarolangun (31 Juli 2006 s/d 31 Juli 2010), kemampuan mantan Sekda Kota Jambi ini akan diuji hingga lima tahun kedepan. Mampukah sang birokrat sejati ini menggantikan kiprah sang pengusaha dan ketua partai besar, Zulkifli Nurdin untuk menjadikan Jambi Emas (Ekonomi maju, aman, adil dan sejahtera)? Sesuai slogan politiknya?
Bermodalkan 607.030 suara atau 40,60 persen suara rakyat Jambi yang diraih saat Pemilukada Provinsi Jambi, 19 Juni 2010, H Hasan Basri Agus dan Fachrori Umar berhak menyandang jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi periode 2010-2015. HBA berhasil menyisihkan tiga calon lainnya yang berprofesi sama dengan dirinya, bupati di empat kabupaten, yaitu H A Madjid Mu’az (Bupati Tebo) dan H Abdullah Hich (Bupati Tanjabtim) yang hanya meraih 384.012 suara atau 25,69 persen. Bupati Bungo, H Zulfikar Achmad dan Ir H Ami Taher meraih 297.363 suara atau 19,89 persen dan di posisi keempat pasangan H Safrial (Bupati Tanjabtim) dan Agus Setyonegoro meraih 206.646 suara atau 13,82 persen suara. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2010 ini sebanyak 2.231.632 orang, yang menggunakan hak pilihnya sejumlah 1.537. 303 orang. Jumlah suara sah sejumlah 1.495.051, sedangkan suara tidak sah mencapai 42.252.
Jadilah, pasangan HBA dan Fachrori kini Gubernur Jambi menggantikan ZN yang duduk di singasana selama dua periode (1999-2004 dan 2005-2010). Perjalanan HBA, lelaki kelahiran Sungai Abang, 31 Desember 1953 menuju kursi BH 1 itu cukup panjang. Saat menjabat sebagai Sekda Kota Jambi, di masa Walikota Jambi, H Arifien Manap, dia sempat dilirik untuk menjadi calon Wakil Gubernur Jambi disandingkan dengan ZN. Namun negosiasi politik membuatnya tersingkir. Partai Golkar yang ketika itu sudah “mengelus-elusnya” namun memilih kursi itu diberikan kepada Anthony Zeidra Abidin (AZA), yang notabene kader Golkar sendiri. AZA hanya bertahan sesaat, karena selanjutnya, mantan Anggota DPR-RI itu harus mendekam di hotel prodeo akibat terlibat kasus BLBI.
“Tersingkir” dari pencalonan itu, tidak membuat alumni APDN Jambi Tahun 1980 ini patah arang, karena pilihannya menjadi calon Bupati Sarolangun, justru mengantarkannya menang mutlak di kabupaten pemekaran itu. Dia terpilih menjadi Bupati Sarolangun periode 2006-2011 menggantikan bupati lama, H Madel.
Sebagai seorang birokrat, proses penjenjangan karir. Alumni APDN, Sarjana ekonomi lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1988 dan mengantongi ijazah S2 dari LPMI Jakarta tahun 2000, ini jelas. Memulai karir PNSnya tahun 1975 di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Jenjang karir terbawah di pemerintahan daerah, yaitu menjadi Sekwilcam Muara Bulian Kabupaten Batanghari dijabatnya tahun 1988. Selanjutnya tiga kali menjadi Camat di Kabupaten Batanghari, pernah menjadi asisten I Sekda Batanghari, Sekda Kota Jambi, Bupati Sarolangun dan kini Gubernur Jambi. Proses perjalanan karir yang meniti dari bawah, diyakini menjadi modal besar bagi HBA memimpin Jambi yang selama sepuluh tahun terakhir ini dipimpin oleh pengusaha. HBA juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Kepegawaian Pemprov Jambi, yang membuat dirinya tahu proses karir PNS dan dapat memilih pejabat sesuai kualifikasi, berdasarkan kepangkatan atau eselonisasi, The right man in the right place dan bukan asal tunjuk karena nepotisme apalagi kolusi.

Cucian Piring
Hanya saja, tugas putera dari H Agus dan Hj Mo’ah memimpin Jambi tidaklah mudah. Setumpuk masalah sudah menunggunya. Sebut saja, masalah-masalah konflik lahan antara petani dan perusahaan perkebunan yang bakal meledak, karena tak tuntas diselesaikan. Atau program-program pembangunan sepuluh tahun terakhir yang tak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan rakyat yang menjadi sorotan serius berbagai pihak. Program patin Jambi, yang menghabiskan miliaran duit rakyat tanpa akhir yang jelas, program replanting karet yang jauh dari target. Jembatan Batanghari II, yang proses pembangunnya menuai tanda tanya, atau Pelabuhan Muarasabak, yang gagal. “Piring” yang harus dicuci oleh HBA juga banyak. Sebut saja, pembangunan Sang Ratu di samping Hotel Tepian Ratu yang memakan tanah pemprov Jambi, hibah Pasar Angso Duo yang tertunda dan memicu “panasnya” hubungan Pemprov dan Pemkot Jambi, atau masalah WTC yang setiap waktu siap meledak. Bila dirunut daftar itu semakin panjang, jika dipertanyakan kelanjutan pembangunan PLTA Merangin di Kerinci, Jambi Agro Industri Park (JAIP), keberadaan PT JII, Jambi International Trade Center (JITC), Jambi Shipping Line, pembangunan gudang Cold Storage di Limbur Merangin, pabrik Fillet ikan patin di Muarojambi yang sudah diletakkan batu pertama, hingga kini tak berwujud serta program lainnya yang memakan dana-dana rakyat namun tak jelas juntrungannya.
Untuk diketahui jumlah penduduk miskin menurut data BPS Provinsi Jambi hingga Maret 2010 masih terdapat sebanyak 241.690 jiwa tersebar di seluruh Provinsi Jambi. Sebanyak 130.000 jiwa diantaranya terdapat di daerah pedesaan. Selain itu angka pengangguran juga cukup tinggi, yaitu mencapai 64.000 orang. Kualitas SDM Jambi juga masih memprihatinkan. Berdasarkan hasil Survey Ekonomi Nasional tahun 2007, dari jumlah penduduk Jambi sebanyak 2,8 juta jiwa masih terdapat 123.600 orang penduduk yang belum pernah sekolah. Lebih parah lagi, baru 174.700 orang saja yang menamatkan SD. Itu adalah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh gubernur Jambi yang baru ini.
Tentunya rakyat memiliki alasan sendiri memilih HBA-Fachrori. Tentunya mereka ingin perubahan besar dan menyeluruh di negeri ini, perubahan pemimpin yang diharapkan juga bisa ikut merubah nasib mereka. Agar anggapan yang selama ini melekat, “Siapapun pemimpin, nasib kita tetap saja begini” bisa diubah. Visi dan misi pasangan nomor dua dalam Pemilukada Jambi itu yang mengusung program ekonomi kerakyatan, pembenahan infrastruktur jalan dan jembatan, pendidikan, kesehatan dan diharapkan memang bisa mewujudkan tekad menjadikan Jambi Emas. Tidak semata menjadi janji diatas kertas.
Namun, HBA tidak bisa hanya berjalan memimpin Jambi, dia harus berlari. Start, sejak awal dilantik hingga di akhir masa jabatannya, tahun 2015 nanti. Meski HBA dan Fachrori hanyalah manusia biasa, namun keberanian menerima tantangan dan kepercayaan ribuan rakyat tentunya memiliki konsekwensi yang sudah diperhitungkan. Suara rakyat adalah suara Tuhan dan hubungan antara pemimpin dan rakyat adalah hubungan yang saling memberi pengaruh satu sama lain. HBA harus memberikan arti bagi rakyat, dan, rakyat juga mempunyai tanggung jawab, atas pilihannya. Kepada Media Jambi, HBA mengatakan bahwa menjadi gubernur adalah amanah dan beban yang tidak ringan. “Menjadi gubernur, bukan untuk gagah-gagahan, ini amanah yang harus saya pikul. Namun, bersama seluruh komponen masyarakat dan staf, saya bekerja dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Rakyat sudah mempercayai HBA-Fachrori sebagai pemimpin. Dan, mengulang kalimat HBA saat debat calon Gubernur di televisi, beberapa waktu lalu, “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung-jawabannya” tentunya, itu bukan sekedar kalimat klise. Apa yang dikatakannya, disaksikan, dicatat tidak hanya oleh jutaan mata, namun juga disaksikan oleh Allah SWT.
Tanggung jawab yang dipikulnya tidaklah ringan, namun juga tidak akan menjadi berat, apabila HBA membekali diri dengan rasa tanggungjawab, dan keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian menolak KKN di segala bidang. Semoga!!!
(Fitriani Ulinda)

Ny Hj Yusniana


Wanita Harus Bisa Diandalkan
DIBALIK suksesnya Hasan Basri Agus (HBA) menjadi Gubernur Jambi periode 2010-2015 ada tangan seorang wanita yang mendukungnya. Dialah, Ny Hj Yusniana Binti HM Zaini Hamid yang tak pernah lelah mendampingi sang suami, siang dan malam hari, saat suka maupun duka. Selain aktif turun ke lapangan, dia juga selalu menyediakan hidangan di meja makan keluarga di kediamannya, yang bisa dinikmati setiap tamu yang datang.
Ayuk Yus-demikian dia biasa dipanggil, mengaku tidak pernah terpikir, bakal menjadi isteri orang nomor satu di negeri Jambi ini. “Dak pernah terpikir. Kami bukan keturunan darah biru, uang juga dak do, pas-pasan bae, tapi semua sudah diatur oleh Allah SWT,” ujarnya ketika berbincang-bincang dengan Media Jambi di kediamannya, di Lorong Hj Ibrahim, Senin pekan lalu.
Keputusan sang suami maju dalam suksesi itu juga tak disangkanya. Karena menjadi bupati di Sarolangun saja sudah merupakan sebuah prestasi yang besar. Diakuinya, sudah banyak tokoh masyarakat, tokoh ulama yang datang meminta agar HBA maju sebagai calon gubernur Jambi. “Pulang umroh, baru abang menyatakan siap untuk maju,” kenangnya. Sejak itulah, mereka giat melakukan sosialisasi. Kenangan turun ke tengah masyarakat itu dimatanya, sangat indah, dan sulit untuk diulang kembali. “Kami tidak pernah merasa letih, walau berjam-jam di perjalanan. Kami anggap saja jalan-jalan, kalau capek berhenti dan makan,” kenangnya. Apalagi bisa bertemu dengan masyarakat, dan melihat langsung persoalan rakyat. Dan selama perjalanan ke desa-desa terpencil sekalipun, dia selalu membawa bekal makanan kesukaan HBA, teri balado dan telur dadar.
Berbincang dengan ibu dari Ervin Afriayanti dan Diah Agusrin ini cukup menyenangkan. Blak-blakan namun ramah, begitulah sikapnya. “Kalau orang belum kenal dengan saya selalu bilang saya sombong. Tapi kalau sudah kenal, biasanya langsung dekat. Maklum saya ini orangnya, kalau ngomong apa adanya saja,” tegasnya. Dia mengatakan siap mendampingi sang suami bertugas, dan meski sebagai Ketua TP PKK nantinya tugasnya tidak ringan, namun dia siap mengemban amanah itu. “Dengan pengalaman waktu di Sarolangun, sistem kerja yang benar, kebersamaan, kekompakan, semua pasti bisa berjalan baik,” tandasnya. Dia juga memiliki kiat dalam mengurus organisasi dan rumah tangga, yaitu adanya saling pengertian dan kasih sayang. Dan sebagai isteri, Yuk Yus, menegaskan akan tetap me-nomor satukan keluarga. “Segala urusan keluarga, terutama menye-diakan keperluan suami menjadi tugas utama saya,” tandasnya.
Satu hal yang selalu ditekankan kepada kaum wanita, adalah untuk tidak selalu mengandalkan suami. “Para wanita harus aktif, dan tidak tergantung kepada suami. Mereka harus bisa diandalkan mengurus rumah tangga, dan bila perlu juga ikut menambah pendapatan keluarga,” ujarnya. Menurutnya, banyak usaha kerajinan yang bisa dikembangkan di daerah ini, dan menjadi rencana kerjanya.(gatot priadi)

M Taufik RH, SE


Tidak Ada Anak Tiri Anak Kandung

MENGHADAPI insan pers adalah menu sehari-hari Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jambi ini. Baik itu wartawan di lapangan hingga pimpinan redaksi. Suatu hal yang selama ini tak pernah dilakoninya. Betapa tidak, selama hampir 20 tahun karirnya sebagai PNS dilaluinya bersama aset-aset pemda saja.
Sebelum menjabat Karo Humas, Taufik RH SE, bertugas di Biro Perlengkapan atau tepatnya menjabat sebagai Kabag Pemeliharaan Aset Setda Provinsi Jambi. Namun Pria kelahiran Kuala Tungkal 14 Juli 1955 tidak membeda-bedakan media lokal dan luar Jambi. Bagi suami dari Fatimah Hasan Aibani (40) ini, semua sama. Apalagi, pemerintah berkepentingan membangun komunikasi terhadap semua media agar informasi mengenai arah kebijakan dan pencapaian pembangunan sampai langsung kemasyarakat. Ayah dari Nadratifani RH (24) dan Risky Ananda (14) berusaha menjalin hubungan baik dengan insan pers yang menjadi tanggung jawabnya.
Bagi alumni STIE tahun 2004 itu, Informasi-informasi terkait kebijakan gubernur dan pencapaian kerja pemerintah perlu disampaikan ke masyarakat agar tak menjadi bias. Pria yang mengaku hobi nge-brik itu menyadari betul keberadaan media sangatlah membantu meringankan kerja pemerintah dalam menyampaikan informasi ke masyarakat. Berikut petikan wawancara singkat Media Jambi dengan Taufik RH, SE di ruang kerjanya, Selasa (27/7) siang.
Apa tantangan yang anda hadapi selama ini?
Tantangan yang berat rasanya tidak ada. Selama saling berkordinasi dan bekerja professional rasanya tak ada yang berat. Awalnya saja cukup bingung, karena selama 20-an tahun mengurusi asset tiba-tiba harus berhubungan dengan wartawan. Tentu punya tantangan yang berbeda.
Tiga bulan awal saya pelajari. Ada pengalaman menarik disana. Banyak wartawan berdatangan ke saya. Kalau wartawan jelas tak masalah. Mereka datang untuk tugas liputan. Kapan pun mereka butuh saya siap melayani. Bahkan lewat telpon pun saya ladeni.
Banyak Kepala SKPD yang sulit dimintai Informasi atau Konfirmasi, bagaimana anda menyikapnya
Saya sering mendapatkan keluhan wartawan yang kesulitan mengkonfirmasi berita ke SKPD terkait. Namun jangan disalahartikan. Para pejabat terkadang trauma dengan sikap media yang suka memplintir berita. Apa yang disampaikan tak sesuai dengan yang diberitakan. Disinilah peran humas dalam mengkomunikasikan kebijakan pemerintah kepada masyarakat lewat media dan menjembatani ke instansi terkait. Namun saya juga berharap SKPD mau terbuka terhadap insan pers dan sampaikan saja informasi yang terkait bidang tugasnya masing-masing. Tidak perlu takut.
Apa tanggapan anda terhadap keberadaan media lokal?
Saya sangat bangga dan senang lahirnya media media lokal. Apalagi mereka memiliki kualitas dan wawasan. Ini memberi efek positif terhadap kinerja pemerintah. Dan sejak awal gubernur mengintruksikan kepada Humas untuk melakukan pembinaan terhadap media lokal. Mengapa demikian, banyak aspek. Kalau Pers bisa hidup maka banyak pula yang hidup. Semakin hidup perusahaan surat kabar lokal, tentunya membuka peluang kerja bagi masyarakat dan mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup pekerjanya. Aspek politisnya, mereka ikut berpartisipasi dalam pembangunan daerah.
Maka dari itu, saya tidak pernah menganak-tirikan media lokal dan media nasional. Bagi saya, peran media sangat membantu pemerintah menyampaikan informasi terkait kebijakan dan arah pembangunan. Bila dianak-tirikan maka akan pincang. Pembinaan kami lakukan sekaligus untuk penertiban wartawan yang yang tidak jelas medianya. Dengan mendorong mereka agar terus menulis dan berkarya.
Apakah anda pernah dimarahi gubernur terkait berita yang menyudutkan pemerintah?
Mungkin ada hal-hal yang keliru mesti kita luruskan terkait pemberitaan. Berita kadang tak berimbang dan menyudutkan. Tentunya saya tidak setuju bila hal itu terjadi. Bagi saya, mengkritis pemerintah sah-sah saja asalkan objektif dan berimbang. Dalam hal ini Humas mesti pro aktif. Meskipun demikian, saya tidak pernah dimarahi gubernur soal itu. Bahkan saya tidak pernah diintruksikan untuk mengendalikan media agar menyampaikan berita yang baik-baik saja. Bahkan kami pun tak memprotes atau menggunakan hak jawab. Kami hanya menyampaikan informasi apa adanya kemasyarakat. Biar masyarakat yang menilai.  
Apa progam 100 hari Humas dibawah kepemimpinan HBA – Fachrori?
Yang pasti kami mengikuti gaya dan keinginan kepala daerah. Ada perubahan tapi tidak terlalu mendasar dalam mengekspose kegiatan kepala daerah. Dan ini kita sesuaikan dengan kondisi keuangan dearah. Disisi lain, Humas harus mampu mengikuti tiap kegiatan kepala daerah dan mempublikasikannya ke masyarakat. (gtt)