Rabu, 04 Agustus 2010

Sang Birokrat Berlari Mengejar “Emas”


DARI Sarolangun ke Kota Jambi, perjalanan Hasan Basri Agus memimpin Provinsi Jambi, dimulai tanggal 3 Agustus 2010 ini. Empat tahun menjabat Bupati Sarolangun (31 Juli 2006 s/d 31 Juli 2010), kemampuan mantan Sekda Kota Jambi ini akan diuji hingga lima tahun kedepan. Mampukah sang birokrat sejati ini menggantikan kiprah sang pengusaha dan ketua partai besar, Zulkifli Nurdin untuk menjadikan Jambi Emas (Ekonomi maju, aman, adil dan sejahtera)? Sesuai slogan politiknya?
Bermodalkan 607.030 suara atau 40,60 persen suara rakyat Jambi yang diraih saat Pemilukada Provinsi Jambi, 19 Juni 2010, H Hasan Basri Agus dan Fachrori Umar berhak menyandang jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi periode 2010-2015. HBA berhasil menyisihkan tiga calon lainnya yang berprofesi sama dengan dirinya, bupati di empat kabupaten, yaitu H A Madjid Mu’az (Bupati Tebo) dan H Abdullah Hich (Bupati Tanjabtim) yang hanya meraih 384.012 suara atau 25,69 persen. Bupati Bungo, H Zulfikar Achmad dan Ir H Ami Taher meraih 297.363 suara atau 19,89 persen dan di posisi keempat pasangan H Safrial (Bupati Tanjabtim) dan Agus Setyonegoro meraih 206.646 suara atau 13,82 persen suara. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun 2010 ini sebanyak 2.231.632 orang, yang menggunakan hak pilihnya sejumlah 1.537. 303 orang. Jumlah suara sah sejumlah 1.495.051, sedangkan suara tidak sah mencapai 42.252.
Jadilah, pasangan HBA dan Fachrori kini Gubernur Jambi menggantikan ZN yang duduk di singasana selama dua periode (1999-2004 dan 2005-2010). Perjalanan HBA, lelaki kelahiran Sungai Abang, 31 Desember 1953 menuju kursi BH 1 itu cukup panjang. Saat menjabat sebagai Sekda Kota Jambi, di masa Walikota Jambi, H Arifien Manap, dia sempat dilirik untuk menjadi calon Wakil Gubernur Jambi disandingkan dengan ZN. Namun negosiasi politik membuatnya tersingkir. Partai Golkar yang ketika itu sudah “mengelus-elusnya” namun memilih kursi itu diberikan kepada Anthony Zeidra Abidin (AZA), yang notabene kader Golkar sendiri. AZA hanya bertahan sesaat, karena selanjutnya, mantan Anggota DPR-RI itu harus mendekam di hotel prodeo akibat terlibat kasus BLBI.
“Tersingkir” dari pencalonan itu, tidak membuat alumni APDN Jambi Tahun 1980 ini patah arang, karena pilihannya menjadi calon Bupati Sarolangun, justru mengantarkannya menang mutlak di kabupaten pemekaran itu. Dia terpilih menjadi Bupati Sarolangun periode 2006-2011 menggantikan bupati lama, H Madel.
Sebagai seorang birokrat, proses penjenjangan karir. Alumni APDN, Sarjana ekonomi lulusan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan tahun 1988 dan mengantongi ijazah S2 dari LPMI Jakarta tahun 2000, ini jelas. Memulai karir PNSnya tahun 1975 di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Jenjang karir terbawah di pemerintahan daerah, yaitu menjadi Sekwilcam Muara Bulian Kabupaten Batanghari dijabatnya tahun 1988. Selanjutnya tiga kali menjadi Camat di Kabupaten Batanghari, pernah menjadi asisten I Sekda Batanghari, Sekda Kota Jambi, Bupati Sarolangun dan kini Gubernur Jambi. Proses perjalanan karir yang meniti dari bawah, diyakini menjadi modal besar bagi HBA memimpin Jambi yang selama sepuluh tahun terakhir ini dipimpin oleh pengusaha. HBA juga pernah menjabat sebagai Kepala Biro Kepegawaian Pemprov Jambi, yang membuat dirinya tahu proses karir PNS dan dapat memilih pejabat sesuai kualifikasi, berdasarkan kepangkatan atau eselonisasi, The right man in the right place dan bukan asal tunjuk karena nepotisme apalagi kolusi.

Cucian Piring
Hanya saja, tugas putera dari H Agus dan Hj Mo’ah memimpin Jambi tidaklah mudah. Setumpuk masalah sudah menunggunya. Sebut saja, masalah-masalah konflik lahan antara petani dan perusahaan perkebunan yang bakal meledak, karena tak tuntas diselesaikan. Atau program-program pembangunan sepuluh tahun terakhir yang tak mampu mengangkat tingkat kesejahteraan rakyat yang menjadi sorotan serius berbagai pihak. Program patin Jambi, yang menghabiskan miliaran duit rakyat tanpa akhir yang jelas, program replanting karet yang jauh dari target. Jembatan Batanghari II, yang proses pembangunnya menuai tanda tanya, atau Pelabuhan Muarasabak, yang gagal. “Piring” yang harus dicuci oleh HBA juga banyak. Sebut saja, pembangunan Sang Ratu di samping Hotel Tepian Ratu yang memakan tanah pemprov Jambi, hibah Pasar Angso Duo yang tertunda dan memicu “panasnya” hubungan Pemprov dan Pemkot Jambi, atau masalah WTC yang setiap waktu siap meledak. Bila dirunut daftar itu semakin panjang, jika dipertanyakan kelanjutan pembangunan PLTA Merangin di Kerinci, Jambi Agro Industri Park (JAIP), keberadaan PT JII, Jambi International Trade Center (JITC), Jambi Shipping Line, pembangunan gudang Cold Storage di Limbur Merangin, pabrik Fillet ikan patin di Muarojambi yang sudah diletakkan batu pertama, hingga kini tak berwujud serta program lainnya yang memakan dana-dana rakyat namun tak jelas juntrungannya.
Untuk diketahui jumlah penduduk miskin menurut data BPS Provinsi Jambi hingga Maret 2010 masih terdapat sebanyak 241.690 jiwa tersebar di seluruh Provinsi Jambi. Sebanyak 130.000 jiwa diantaranya terdapat di daerah pedesaan. Selain itu angka pengangguran juga cukup tinggi, yaitu mencapai 64.000 orang. Kualitas SDM Jambi juga masih memprihatinkan. Berdasarkan hasil Survey Ekonomi Nasional tahun 2007, dari jumlah penduduk Jambi sebanyak 2,8 juta jiwa masih terdapat 123.600 orang penduduk yang belum pernah sekolah. Lebih parah lagi, baru 174.700 orang saja yang menamatkan SD. Itu adalah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh gubernur Jambi yang baru ini.
Tentunya rakyat memiliki alasan sendiri memilih HBA-Fachrori. Tentunya mereka ingin perubahan besar dan menyeluruh di negeri ini, perubahan pemimpin yang diharapkan juga bisa ikut merubah nasib mereka. Agar anggapan yang selama ini melekat, “Siapapun pemimpin, nasib kita tetap saja begini” bisa diubah. Visi dan misi pasangan nomor dua dalam Pemilukada Jambi itu yang mengusung program ekonomi kerakyatan, pembenahan infrastruktur jalan dan jembatan, pendidikan, kesehatan dan diharapkan memang bisa mewujudkan tekad menjadikan Jambi Emas. Tidak semata menjadi janji diatas kertas.
Namun, HBA tidak bisa hanya berjalan memimpin Jambi, dia harus berlari. Start, sejak awal dilantik hingga di akhir masa jabatannya, tahun 2015 nanti. Meski HBA dan Fachrori hanyalah manusia biasa, namun keberanian menerima tantangan dan kepercayaan ribuan rakyat tentunya memiliki konsekwensi yang sudah diperhitungkan. Suara rakyat adalah suara Tuhan dan hubungan antara pemimpin dan rakyat adalah hubungan yang saling memberi pengaruh satu sama lain. HBA harus memberikan arti bagi rakyat, dan, rakyat juga mempunyai tanggung jawab, atas pilihannya. Kepada Media Jambi, HBA mengatakan bahwa menjadi gubernur adalah amanah dan beban yang tidak ringan. “Menjadi gubernur, bukan untuk gagah-gagahan, ini amanah yang harus saya pikul. Namun, bersama seluruh komponen masyarakat dan staf, saya bekerja dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Rakyat sudah mempercayai HBA-Fachrori sebagai pemimpin. Dan, mengulang kalimat HBA saat debat calon Gubernur di televisi, beberapa waktu lalu, “ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung-jawabannya” tentunya, itu bukan sekedar kalimat klise. Apa yang dikatakannya, disaksikan, dicatat tidak hanya oleh jutaan mata, namun juga disaksikan oleh Allah SWT.
Tanggung jawab yang dipikulnya tidaklah ringan, namun juga tidak akan menjadi berat, apabila HBA membekali diri dengan rasa tanggungjawab, dan keikhlasan, kejujuran, kesederhanaan, dan keberanian menolak KKN di segala bidang. Semoga!!!
(Fitriani Ulinda)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar